Kamis, Juni 25, 2015

My Royalty Honest

My Royalty Honest

Di tempat yang sangat sangat jauh, terdapat sebuah kota yang cukup besar bernama Orman. Tempat itu sangat nyaman sekali, karena kota itu di sekelilingin oleh hutan yang cukup menyenangkan. Banyak sekali orang yang hidup bahagia serta tidak pernah ada konflik berat yang terjadi. Di sanalah hidup seorang gadis ceria namun tindakan nya cukup aneh. Gadis itu bernama Neseli Yesil. Sekarang ia telah menginjak di usia 17 tahun, memiliki rambut yang cukup unik, kuning ke-emasan. Postur tubuhnya lumayan bagus, tinggi nya ideal berat badannya ? Entahlah. Apa kalian tau ? Gadis ini menyukai sesuatu hal yang berbeda dari orang lain dan hal tersebut lah membuat orang – orang menyebutnya aneh. Walaupun begitu dia merupakan anak yang sangat baik. Orang – orang yang tinggal di Orman cukup akrab dengannya. Siapa sangka gadis ini bisa melakukan hal lain ? Mungkin.

Dalam taman bunga Bahce, Neseli membaringkan tubuhnya sambil menatap langit. Ia merasa ada sesuatu hal yang kurang dalam hidupnya. Entahlah itu apa, tetapi yang jelas hal itu menganjal tepat di dalam hatinya. Neseli merasa gelisah untuk sekian lamanya. Apakah perasaan ini sangat aneh ? Apakah ada hal yang ingin ia lakukan sebelumnya ? Entahlah.

“Neseli !”

“Mama !”

Orang tersebut adalah ibu kandung Neseli yang bernama Gulumseme Yesil. Ia merupakan wanita paruh baya yang baik hati, rambutnya panjang sepinggul dengan kepangan yang menghiasi rambutnya. Matanya menyipit tersenyum kepada anak kesayangannya.

“Neseli.. Kau harus sarapan sebelum main keluar”

Begitu sang ibu mengucapkan kalimat itu, Neseli bergegas mendekati ibunya. Ia tersenyum kepada ibunya dan berjalan menuju rumah kesayangannya.

“Aku pulang, Papa !” senyum Neseli

“Selamat datang, Neseli. Kau itu, papa tau kalau kau sangat ingin bermain tapi jangan lupa kau harus sarapan pagi” begitu sang papa menasehati

Pria ini bernama Bilge Yesel. Tubuhnya tegab dan tinggi, rambutnya sedikit gondrong tetapi masih terlihat rapih. Setidaknya telinganya belum terlalu tertutup oleh rambutnya. Ia bekerja pada sebuah perusahaan company, tetapi selalu sering sekali berpindah – pindah tempat ia bekerja.

“Ya..ya.. Maafkan aku” ucap Neseli sambil duduk seraya bersiap untuk sarapan

Sarapan hari ini ada sup krim yang sangat lezat dan tidak lupa dengan susu segar nikmat yang baru saja di peras dari sapi pilihan. Nyummy.

“Papa, hari ini kau akan bekerja kemana ?” Neseli bertanya

“Papa akan melanjutkan pekerjaan di luar kota, bisa di bilang papa akan keluar pulau. Pulau seberang”

“Whoah ! Aku juga mau ikut !” Neseli mengancungkan tangan

“Tidak boleh, Neseli. Kau hanya akan mengganggu pekerjaan papa” omel Gulumseme

“Ugh… Baiklah…” Neseli merasa sedikit kecewa

“Nanti papa akan bawakan oleh – oleh”

“Benarkah ? Ya-hoo~~” Neseli menggoyangkan tarian ‘hawaii’ nya

Gadis ini benar – benar aneh sekali, tetapi orang bisa merasa tenang di sisinya. Syukurlah.

“Kalau begitu aku ingin bermain keluar dulu !” begitulah dan ia melangkah keluar lagi

Kali ini Neseli berlari menuju tempat kesayangan nya. Yup, air terjun yang terletak sedikit jauh dari kota tempat ia tinggal. Tempat itu indah, banyak sekali kupu – kupu dan capung berterbangan. Hanya saja kalau di malam hari banyak hewan liar seperti serigala berkeliaran. Wajar saja bukan karena tempat ini memang umumnya adalah sebuah hutan. Tak lama ia sampai di tempat itu matanya berbinar, senyum polos terukir. Ia pun melepas sepatunya dan mulai duduk di pinggir sungai sambil menenggelamkan kakinya di dalam air. Dingin dan sejuk sekali, sambil mengayunkan kaki di dalam air Neseli mengalunkan sebuah lagu. Lagu asal yang ia buat sendiri lebih tepatnya.

“Air~ Air~ Kau terasa sejuk sekali~ Seandainya kau bisa berbicara aku akan mengajakmu berbicara~”

Itulah nyanyian buatan asalnya sendiri. Aneh bukan ? Itulah mengapa banyak orang yang ragu – ragu mendekatinya. Ada gossip yang mengatakan kalau mereka mendekati Neseli maka orang itu akan tertular ‘gilanya’ tetapi ada juga orang yang tidak menghiraukan gossip itu karena nyatanya mereka menganggap Neseli adalah anak yang baik.

Sambil terus menyipakan air di kakinya, gadis itu tetap bernyanyi sampai ia mendengar suara gesekan semak – semak. Neseli mengambil dua pisau sepanjang 25 cm. Ia selalu membawa pisau itu kemana pun ia pergi jika sudah melewati perbatasan kota tempat tinggalnya. Karena ia harus waspada terhadap sesuatu hal yang akan terjadi padanya. Sambil mengeratkan tangan yang memegang pisau mata Neseli semakin tajam. Lalu seketika sesuatu itu menampakan dirinya Neseli berlari mendekati semak – semak tersebut bersiap menyerang.

“AH !”

Neseli salah menyangka bahwa itu serigala, orang yang ada di hadapannya ternyata adalah seorang perempuan yang memiliki rambut panjang berwarna hitam. Gadis itu memiliki warna mata biru bagaikan berlian laut. Sungguh cantik sekali. Warna kulit tubuhnya pun sangat mendukung, putih. Seketika Neseli menjauh kan dirinya dari perempuan itu. Ia merasa bersalah karena sedikit lagi ia bisa melukai wajah perempuan itu.

“Maafkan aku, aku tidak tau ternyata ada orang di balik semak – semak ini” gelisah Neseli

Perempuan itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, cantik. Mata Neseli terpukau oleh kecantikannya, cantik luar dalam. Itulah yang di pikirkan oleh Neseli. Terlalu mendalami pikirannya akhirnya Neseli memperkenalkan diri.

“Namaku Neseli Yesil, umurku 17 tahun, rumahku berada dekat dari sini. Siapa namamu ?”

“…..” perempuan itu terdiam dan tidak mengeluarkan kata sedikit pun

“Apa kau baik – baik saja ?” Neseli tampak khawatir

Perempuan itu menggelengkan kepalanya lagi.

“Mungkinkah….. Kau tidak bisa bicara ?!” Neseli terkejut

Perempuan itu terdiam sejenak lalu menganggukkan kepalanya.

“Whoah ! WHoah ! WHOAH !! Kau benar- benar sungguh… sesuatu sekali” mata Neseli berbinar

Perempuan itu terlihat merasa tidak enak, mungkinkah ada maksud di balik itu ?

Neseli memutuskan membawa perempuan itu menuju rumahnya. Ia tidak tau tentang kenyataan bahwa sebenarnya perempuan itu bisa berbicara. Tapi, apa daya perempuan itu Neseli telah salah pemikiran. Sesampainya di rumah Neseli mencari mama nya yang sepertinya sedang tidak ada di dalam rumah. Ternyata ada surat yang ada di atas meja ruang tamu. Begitu Neseli membuka amplop ternyata itu adalah surat dari mamanya.

“Neseli, mama ikut pergi bersama dengan papamu. Papamu sepertinya tidak bisa mengurusi diri sendiri jika bekerja. Mama khawatir papamu akan jatuh sakit, oleh karena itu Mama memutuskan untuk ikut bersama dengan papamu. Jaga rumah baik – baik ya. Salam manis, Mama.”

Neseli terbelalak sekaligus kesal membaca surat itu. Padahal Neseli sangat ingin ikut bersama papa nya keluar pulau. Tetapi, Neseli juga merasa pasti akan mengganggu pekerjaan ayahnya itu. Sambil menghembuskan nafas kecil Neseli berkata.

“Maaf, sepertinya mama dan papaku tidak akan berada di dalam rumah untuk beberapa hari. Oh, mungkin aku juga tidak tau kapan mereka akan pulang”

Perempuan itu tersenyum kembali sambil menggeleng seakan berkata “tidak apa – apa”

“Bagaimana kalau ku buatkan sesuatu ? Kau ingin makan apa ?” Neseli bertanya

Perempuan itu menggeleng

“Hmm… Bagaimana kalau minum ?”

Perempuan itu berpikir sejenak, tak lama ia mengangguk

“Baiklah, apa kau suka minuman manis ?”

Perempuan itu mengangguk lagi

“Kalau begitu akan ku buatkan tea caramel” Neseli tersenyum

Perempuan itu pun duduk di ruang makan, sambil menunggu Neseli mempersiapkan tea caramelnya. Neseli merasa senang sekali, sudah lama ia tidak kedatangan tamu di dalam rumahnya. Mungkin sudah sangat lama sekali. Neseli bernyanyi kembali.

“Senangnya~ Senangnya~ Mendapat teman baru~” Neseli bernyanyi

Perempuan itu merasa kebingungan ia berpikir apakah yang di maksud teman oleh Neseli adalah dia. Walaupun begitu perempuan itu harus waspada, karena ia berada dalam rumah orang asing. Tapi, bagi perempuan itu Neseli tak tampak seperti orang jahat sama sekali.

“Ini dia, tea caramel” Neseli meletakan cangkir di depan perempuan itu

Neseli pun ikutan duduk berhadapan dengannya sambil meneguk tea caramel. Neseli menampakan wajah senangnya, ia merasa sangat…sangat senang sekali. Perempuan itu tidak tau mengapa ia merasa sesenang itu. Perempuan itu hanya meneguk minuman tersebut. Senyum terukir, Nampak sekali bahwa perempuan itu merasa bahwa minuman ini sangat enak sekali.

“Enak bukan ?” tanya Neseli sambil tersenyum

Perempuan tersebut mengangguk sambil membalas senyumannya.

“Oh.. Aku tidak sadar kalau pakaian mu berlumuran lumpur seperti itu, apa kau ingin mandi dulu ? Aku punya banyak pakaian, beruntung nya dirimu loh~ Karena aku anak yang baik hati” Neseli mulai pamer

Perempuan itu hanya tersenyum lalu mengangguk tanda setuju

“Baik, ikuti aku”

Neseli menunjukkan lokasi kamar mandi di rumahnya, rumah kayunya tidak begitu besar tetapi cukup luas dengan memiliki banyak sekali kamar. Hmm.. Terdapat lima kamar di dalam rumahnya. Biasanya di gunakan jika ada tamu yang hendak menginap di rumahnya dan pastinya tamu tersebut adalah kenalan ayahnya.

“Silahkan, aku akan mengambilkan pakaian untukmu” Neseli berucap

Perempuan itu pun mengangguk (lagi)

Tak lama Neseli mengambil pakaian untuk perempuan itu, Neseli juga memperhatikan dirinya. Dia pun tidak sadar bahwa pakaian nya pun juga kotor, mungkin karena tadi dia memasuki semak –  semak. Neseli membawa pakaian yang akan ia kenakan. Ia berencana mandi bersama dengan perempuan itu.

Neseli membuka pintu kamar mandi

“Hey.. Kau tidak keberatan kan mandi bersama-“ Neseli terdiam

Ia melihat … Melihat sesuatu yang hanya di milliki oleh seorang laki – laki. Perempuan yang sedang mandi itu menoleh lalu…

“WAAAHHH !!!!”

Mereka berdua berteriak secara bersamaan, Neseli pun membanting pintu karena saking terkejutnya. Pakaian yang di bawa Neseli jatuh seketika. Neseli shock dan berlari menjauhi kamar mandi itu menuju kamarnya dan mengunci dirinya di dalam sana. Jantungnya tidak kharuan wajahnya pun ikutan tidak kharuan. Ia merasa sangat shock sampai – sampai tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

“Aku…. Aku melihatnya….” Gumam Neseli “Oh tidak.. Tuhan… Aku masih ingin menikah dengan orang lain… Aku telah melihat *peep* orang itu… Aku… Aku… TUNGGU ! Jadi… Perempuan itu adalah…. LAKI - LAKI ???”

Di saat bersamaan terdengar suara ketukan pintu, ternyata pintu kamar Neseli. Neseli meneguk ludahnya. Sambil berjalan dan membuka pintu, Neseli melihat perempuan- tidak, laki – laki itu.

“aa…um….” Laki – laki itu tampak ragu mengeluarkan suaranya

Di sisi lain Neseli masih berpikir, orang ini adalah laki – laki.

“Kau… Laki – laki kan ?” Neseli bertanya terus terang

“…..ya”

Suaranya manis dan lembut sekali, Neseli tidak menyangka bahwa laki – laki ini begitu sangat cantik. Jarang sekali Neseli menemukan hal ‘semenarik’ ini. Neseli membinarkan matanya, ia Nampak seperti seorang anak kecil yang telah menemukan mainan baru.

“M-maafkan aku.. Aku tidak mengatakannya”

Wajah laki – laki itu sedikit merona. Wajahnya makin manis dan cantik sekali. Neseli hanya bisa membuka mulutnya, kagum. Rasanya Neseli ingin sekali histeris berbahagia. Ia akhirnya tau kenapa laki – laki ini tidak mengeluarkan suaranya semenjak pertama kali bertemu dengannya.

“Tidak apa – apa !!! Aku senang ! Aku senang sekali !!” Neseli mengeratkan kedua tangannya dengan tangan lelaki itu

“Apa maksudmu ?”

“Aku ingin memiliki teman seperti mu ! Apakah boleh ?” dalam mata Neseli terdapat bintang yang berkelap – kelip

“….” Lelaki itu terdiam dan melepaskan genggaman Neseli padanya

“Kau tidak apa – apa ?” Neseli bertanya

“Sejujurnya, aku tidak suka wajah cantik ini” ekspresi lelaki itu memudar

“Kenapa ? Padahal kau terlihat indah begini” Neseli sedikit kecewa

“…karena wajah cantik ini lah aku kabur dari tempat tinggalku”

“….kamu…….KABUR ???” Neseli sedikit berteriak

“….”

“Kenapa kamu kabur ? Bagaimana jika ada yang menghawatirkanmu ?”

“…tidak apa – apa kan… Pada akhirnya mereka hanya akan menjualku”

“…apa..maksudmu..?” Neseli terdiam

“….” Lelaki itu hanya terdiam

“Ahh… Pokoknya.. Kita diskusikan setelah aku selesai mandi” Neseli bergegas ke Kamar mandi lagi

“……..ku harap, aku menemukan tempat yang pas di sini” lelaki itu bergumam

***

Ke esokkan harinya. Neseli membatalkan diskusi kemarin, ia terlalu banyak pikiran sehingga ia bingung ingin menanyakan hal apa. Hari ini pun tiba dan Neseli telah menyiapkan segala kalimat yang akan ia pertanyakan. Gadis yang sangat aneh sekali sampai memikirkan hal ini sejauh itu.

“Jadi… Siapa namamu ?”

“Guzel….Cesur…” akhirnya kita tau bahwa nama lelaki itu adalah Guzel

“Hmm.. lalu… status mu ?” Neseli menyipitkan matanya

“….!!” Guzel tampak terkejut mendengar perkataan Neseli

“..jadi…?” Neseli semakin penasaran

“….aku.... hanyalah seorang anak bangsawan..” jawab Guzel

“….bangsawan ? Sebenarnya aku tidak bertanya itu.. APA ?!! BANGSAWAN ??” Neseli terkejut dadakan

“Ya…”

“Apa yang dilakukan seorang bangsawan di tempat seperti ini??” Neseli histeris

“Aku akan mengatakannya jika kau mulai tenang”

“OKE !!!” Neseli kembali duduk dan tak sabar mendengar perkataannya selanjutnya

“Jadi… Aku adalah seorang anak dari bangsawan yang bernama Kindar Cesur. Dia adalah seorang pria yang telah menguasai beberapa daerah, tetapi… Semenjak… Ibuku, Samimi Cesur meninggal karena konflik yang terjadi. Ayahku langsung memutuskan untuk berhenti menguasai daerah lagi. Ia sadar, menguasai banyak daerah akan memakan banyak korban. Jadi, dia pergi entah mengapa dan aku di tugaskan untuk menjadi penerus selanjutnya. Tapi..”

“Tapi ?”

“Teman ayahku berkata bahwa aku adalah seorang ‘perempuan’ jadi aku tidak layak untuk menerima kekuasaan itu. Teman ayahku, dialah yang mengambil alih sekarang. Karanlik Guclu.”

“Tunggu! Aku tidak begitu mengerti.. Tapi, kau kan laki – laki !” Neseli merasa kebingungan

“Aku sudah mengatakannya, hanya saja mereka tidak percaya” Guzel mengalihkan pandangan

“Kalau begitu… Bagaimana kalau kita membuat sedikit perubahan padamu ?” Neseli seraya merencanakan sesuatu

“Maksudmu ?”

“Aku akan mengubah penampilanmu” Neseli bersemangat

***

Ke esokannya, Neseli berjalan bersama Guzel mengelilingi kota tempat Neseli tinggal. Neseli menunjukan berbagai macam tempat kepada Guzel. Banyak orang yang memperhatikan mereka berdua, tidak, tepatnya banyak sekali orang yang memperhatikan Guzel dari kejauhan. Mata orang – orang tersebut seakan melihat seorang dewa yang turun dari langit. Mungkin kalimat ‘dewa yang turun dari langit’ terlalu berlebihan. Neseli hanya bisa tercengar – cengir, ia memang tipe orang yang suka di perhatikan banyak orang. Walaupun ia tau yang di lihat mereka bukanlah Neseli tetapi Guzel.

“Neseli.. Aku merasa tidak nyaman”

“Sudahlah ayo kita jalan” Neseli tersenyum lebar sambil menarik pergelangan baju Guzel

Mereka berdua berjalan melewati berbagai macam orang, dan sampailah mereka pada sebuah café kecil di kota itu. Neseli mengajak Guzel untuk makan siang di sana. Karena Neseli sedang tidak mood untuk memasak. Di sana mereka memesan beberapa makanan. Neseli memesan Telur dadar gulung yang berisi daging yang sudah di haluskan. Guzel memesan sandwich yang isinya ada sayuran, daging ikan, keju, dan saus mayonnaise. Siang hari yang sangat tidak tenang sekali. Banyak orang yang bertanya – tanya kepada Neseli siapakah sebenarnya orang itu. Neseli dengan senang hati memberitahukan pada semuanya, tapi tidak semuanya ia beritahukan. Ia hanya memberitahukan nama dan juga Guzel merupakan teman baiknya.

Di sisi lain, Guzel merasa tidak nyaman di pandang oleh banyak orang dari kejauhan. Ia selalu menatap kebawah memandangi kedua tangan nya yang telah lama mengepal. Tiba – tiba datanglah seorang pria berbadan cukup besar menghampiri Guzel.

“Huh ! Apa yang hebat dari bocah ini ? Badan nya kecil dan tidak terlihat kuat”

Guzel mendongak ke atas melihat pria besar itu berdiri di dekatnya. Matanya seakan melototinya sambil berkata merendahkannya. Guzel hanya terdiam dan melihat pria itu.

“Kau cukup menarik perhatian banyak orang. Memangnya kau pikir, kau di sukai mereka ? Bagaimana kalau kau pergi dari sini ?”

Pria besar itu menarik kerah baju Guzel. Guzel sudah merasa sangat tidak nyaman, begitu ia bersiap memukul orang itu.

DUAAKK

Kepala pria besar itu di tending sangat kencang oleh… Neseli.

“KAU ! Apa yang kau lakukan ?!” Pria besar itu mengamuk

“Fufufu, bagaimana denganmu sendiri ? Bukankah kau hanya memiliki tubuh besar dan omongan pedas saja ? Lalu… ‘Di perhatikan banyak orang’ ? Bilang saja kalau kau sebenarnya iri padanya. Kalimatmu ‘memang kau di sukai banyak orang’ ? Aku menyukainya, apa itu kurang jelas ?” Neseli menatap pria itu sinis

 Guzel terkejut mendengar perkataan Neseli yang di luar dugaan itu. Pengakuan Neseli yang terbuka itu cukup membuat banyak orang berdatangan.

“Cih…!”

Pria besar itu langsung pergi meninggalkan café. Tetapi, keramaian di tempat itu belum menghilang. Tepatnya sekarang tempat itu makin ramai dan berisik.

“Selamat ya Neseli !” orang – orang mengerumuni mereka berdua

“Eh ? A-ahaha terimakasih” Neseli berucap walaupun tidak mengerti maksud perkataan mereka

Semakin lama semakin banyak orang yang mengerumuni mereka. Lalu, Neseli sama sekali tidak tahan. Ia merasa sesak kurang oksigen sementara itu Guzel hanya terdiam saja. Karena tidak betah Neseli berlari sambil menarik tangan Guzel, alhasil mereka berhasil lolos dari kerumunan yang ricuh itu. Tak di sangka hanya membawa Guzel berkeliling kota bisa membuat kericuhan itu terjadi.

Setelah berlari cukup lama Guzel menatap Neseli yang sejak tadi menarik tangannya. Tepatnya menggenggam tangannya. Tapi mereka berdua masih terus berlari sampai mereka menemukan tempat yang sepi. Mereka berdua duduk di hutan samping air terjun tempat pertama kali Neseli bertemu dengan Guzel. Neseli terduduk di atas rumput sambil mengambil nafas tidak teratur sedangkan Guzel masih berdiri menatap Neseli yang ternyata masih menggenggam tangannya.

“Lelah… Aku capek…” Neseli berkata

“…..” sementara Guzel melihat tangannya

“Hey Guzel, kau itu… Kenapa tidak melawan tadi ?” Neseli bertanya

“Karena … Kau sudah lebih dulu” Guzel menjawab matanya tetap menatap di tempat yang sama

Begitukah ? Berarti... Sudahlah... Sudah terjadi apa boleh buat”

Neseli membaringkan tubuhnya genggaman tangannya kepada Guzel pun terlepas. Guzel terlihat terbelalak tetapi tak lama ia tenang kembali. Di sisi lain Neseli berbaring dan terlelap dengan cepat.

“Kau itu... Padahal di sampingmu ada seorang lelaki” Guzel menyentuh pipi Neseli dengan jari telunjuknya “.....wajahnya damai sekali” Guzel mendekatkan wajahnya kepada Neseli

SREK SREK

Ada bunyi gesekan semak – semak. Ternyata dari kejauhan ada yang memperhatikan mereka berdua. Guzel pun bersiap menyerang, ia membawa sejenis pedang bersamanya. Bersiap untuk menyerang orang yang bersembunyi itu keluar dari semak – semak tanpa ragu.

“Ah... Lama tidak berjumpa Tuan Guzel”

“Kau !”

Pria paruh baya keluar dari semak – semak sambil membungkukkan badan menyapa salam dengan Guzel. Pria ini mengenakan pakaian yang sangat rapih selayaknya seorang yang ‘penting’. Ia mengenakan topi yang biasa dipake orang eropa. Busananya elit sekali mungkin jika Neseli memperhatikan orang ini ia akan terpukau kesat mata.

“Apa yang kau lakukan di sini ?” Guzel meninggikan suaranya

“Tentu saja saya datang ke sini untuk menjemput anda. Anda harus kembali, jangan seperti ayah anda” Pria itu menegaskan

“Apa maksudmu ? Aku tidak akan pernah mau kembali ke penjara itu. Tidak akan !” Guzel pun mengangkat Neseli layaknya seorang putri dan berlari pergi

Neseli tak lama membuka matanya, ia merasa tanahnya seperti bergetar. Tapi ketika ia melihat ke atas ada Guzel yang wajahnya terlihat seperti kesal. Neseli melihat ke samping, jalannya bergerak cepat. Masih setengah sadar ia menutup lagi kedua matanya.

EH ?

Neseli membuka matanya dadakan sambil berteriak “Apa – apaan ini ??!!!”

Teriakan Neseli mampu membuat telinga Guzel merasa kesakitan. Guzel pun berhenti berlari sambil menengok ke belakang. Syukurlah dia tidak mengikuti pikir Guzel.

“Ke-ke-ke-ke-kenapa tiba – tiba kau menggendongku seperti ini ?” Neseli mulai heboh “Kenapa kau tidak menggendongku di belakang pundakmu saja ?” Neseli mulai menawar

“.......dasar aneh” Guzel pun menurunkan Neseli

“Kok aku di turunin ? Aku kan hanya ingin di gendong di punggungmu sekaaliiiii saja !” Neseli seperti memohon untuk di gendong Guzel

“Kau itu.. Kalau cewek normal pasti sudah langsung malu setelah di gendong seperti itu” Guzel memalingkan pandangan

“Kenapa ?? Aku normal kok !” ucap Neseli

“Kau tidak normal” Guzel menegaskan

“Hmph !” kesal Neseli sambil menggembungkan pipinya

“Pokoknya ayo kita kembali ke rumahmu dulu. Aku tidak mau berbicara di sini” Guzel memperhatikan situasi sekitar

“Oh ! Kau sudah mulai lapar ya Guzel~ oke ! Aku akan memasak untukmu”

Sebenarnya pemikiran Neseli itu salah tetapi apa boleh buat Guzel juga sedang tidak ingin berbicara banyak – banyak. Ia hanya takut tempat yang ia tinggali sekarang sudah di ketahui oleh pria itu.

Neseli sedang mempersiapkan makanan untuk makan malam. Guzel hanya duduk di kursi sambil memperhatikan Neseli. Ia tidak mau jika gadis ini kenapa – kenapa karena dia. Guzel pun menempelkan wajahnya di meja. Neseli memasak sambil melirik ke arah Guzel diam – diam. Neseli tau kalau Guzel berada dalam masalah tapi Neseli hanya berpura – pura tidak tau. Neseli hanya tidak mau jika ia ikut campur hanya akan menjadi beban untuk Guzel. Setidaknya Neseli mendoakan Guzel agar ia tidak kenapa – kenapa.

“Ta-da~ Silahkan di coba~”

Neseli memperlihatkan mekanannya yang berwarna aneh. Warnanya putih tetapi ada warna kuning ke emasannya. Sepertinya makanan ini terlihat tidak lezat.

“Apa ini ?”

“Ini namanya ‘Shockin’ tofu’ ! Tahu yang di campur dengan susu, keju, dan mentega. Rasanya enak loh~” Neseli tersenyum

“Ugh... Mendengarnya saja sudah bikin enek” Guzel protes

“Coba~ Ayo coba~” Neseli terlihat girang

Karena Neseli sudah susah payah membuat Guzel tidak mungkin melolaknya. Jadi satu – satunya pilihan yang harus Guzel lakukan adalah melahapnya habis. Awalnya Guzel ragu memakan tahu itu. Dari namanya saja sudah pasti tahu ini rasanya aneh. Tapi apa salahnya untuk mencoba. Guzel memotongnya dengan sendok lalu perlahan – lahan memasukkannya ke dalam mulut.

GLEK

Guzel menelan makanan itu. Matanya membulat, ternyata rasanya tidak seperti yang ia bayangkan. Enak. Pertama kali ini ia memakan masakan aneh yang di buat oleh orang aneh pula tapi, rasanya enak sekali. Guzel pun menambah nasi dan makan kembali. Neseli tersenyum melihatnya dan mereka berdua makan bersama – sama.

***

DUG DUG DUG

Sebuah pintu kayu yang telah di gedor dengan keras telah membuat Guzel terbangun dari tidurnya. Ia merasa ada yang tidak beres, seperti ada sesuatu hal yang berbahaya jika ia membuka pintu kayu tua itu. Neseli sepertinya belum terbangun, mungkin karena gadis itu sudah kelelahan semalaman. Tidak berpikir panjang Guzel membuka pintu dan sosok yang waktu kemarin itu datang kembali.

“Bagaimana bisa kau tau aku disini ?” Guzel terlihat sangat kesal

“Tentu saja saya tau, sudah kewajiban saya untuk terus mengawasi anda. Anda harus kembali” ucap pria itu

“Aku tidak akan pernah mau kembali ! Apa kau tidak dengar ? Aku sudah menemukan tempat baru. Tidak akan ku biarkan kau merusaknya”

“Walaupun begitu saya akan tetap menjemput anda dan membawa anda kembali”

“Aku tidak perduli. Sebaiknya kau tidak usah kembali lagi” Guzel pun menutup pintu

Guzel tau posisinya sangat di butuhkan tapi umurnya masih terlalu dini. Di tambah lagi ayahnya lah yang seharusnya menempatkan posisi itu. Guzel benci sekali dengan keluarganya. Ia selalu di paksa melakukan berbagai hal. Bahkan sebelum rambutnya di potong seperti sekarang ini. Ia pernah di godai oleh sesama kaumnya. Hanya karena dia cantik, Guzel sudah seperti di perjual belikan. Padahal Guzel adalah seorang bangsawan tetapi mengetahui ia sangat cantik orang lain malah salah mempergunakannya. Menjualnya ke tempat lain atau mungkin mempekerjakannya melakukan suatu hal seperti pajangan. Guzel tidak terima kalau dia di perlakukan seperti itu. Sangat tidak adil sekali.

“Guzel…?”

“Ah !”

Neseli ternyata terbangun mungkin karena suara Guzel yang nyelengking barusan membuat Neseli terbangun dari mimpinya. Guzel hanya menunduk ke bawah sambil mengepalkan tangannya. Ia tidak ingin mengatakan apa – apa untuk saat ini. Neseli memandangnya khawatir namun pandangan itu langsung pudar dan Neseli mencoba memulai topic pembicaraan.

“Hey, Guzel… Apakah kau menyiapkan sarapan ? Karena ku pikir ada suara berisik di sini” Neseli bertanya

“Oh.. Sekarang giliranku memasak sarapan ya… Maaf aku lupa, haha” Guzel memaksakan tawanya

“Padahal aku lapaaaaaaarrr sekali~~” Neseli memegang perutnya “Kalau begitu cepatlah ! Kau harus bertanggung jawab !” Neseli menunjuk Guzel dan tangan yang satunya lagi memegang pinggangnya

“Aaahaha…ha” Guzel memaksakan tawanya lagi

Di pagi hari ini mereka berdua tampak bercakap seperti biasa. Guzel bersikap seolah ia tidak melakukan apapun pagi ini sedangkan Neseli ia berpura – pura tidak tau kalau sebenarnya tadi pagi Guzel sedang berbicara dengan seseorang namun Neseli tidak tau apa yang mereka bicarakan. Sungguh mereka berdua terlalu mahir dalam menutupi hal seperti itu.

Guzel memasak masakan yang sederhana. Ia memasak daging ayam yang di lapisi tepung telur, daging ayam itu sangat empuk sekali karena sudah di hancurkan terlebih dahulu sebelum di campur dengan adonan tepung dan telur. Selain itu ia juga membuat salad untuk pencuci mulutnya. Oh ! Dan juga buah melon yang segar.

“Waaaaaaahh~~ Terlihat enak~~” Neseli tampak senang

“Silahkan di cob- maksudku di makan” Guzel mematahkan kalimatnya

“Okee~~ Aku makaaan~~” Neseli mengambil daging yang di lapisi itu

Neseli mengunyahnya dan makan perlahan. Matanya berbinar ia pun melanjutkan aktivitas makannya itu. Jarang – jarang Neseli bisa merasakan masakan dari seorang ‘cowok cantik’. Tapi Neseli merasa masakan itu ‘sedikit’ hambar. Mungkin karena tidak ada bumbu perasaan di dalamnya. Mungkin Guzel adalah karakter yang tidak suka membuka kedoknya pada orang lain dengan mudah meskipun sudah akrab sekali pun.

“Nesei…” ucap Guzel

“Ada apa ?” Neseli menatap lurus sambil mengunyah daging itu

“Aku … Tidak bisa berlama – lama bersama denganmu”

“HAH ? Kenapa ? Nanti siapa yang membantuku memasak ? Siapa yang bakal nemenin aku di saat orang tuaku gak ada ?” Neseli melontarkan pertanyaan sekaligus

“Maaf, aku sungguh tidak bisa berlama di sini. Aku harus ke suatu tempat” ucapnya lagi

“Guzel..” gumam Neseli

Neseli terdiam sejenak sambil berfikir. Tangannya yang satu memegang dagunya sedang kan tangannya yang satu di lipat di depan dadanya. Guzel memperhatikannya di seberang sambil mengeratkan kepalan tangannya. Berharap Neseli tidak berfikiran yang tidak – tidak. Lalu Neseli membuka matanya yang tadi tertutup sekian detik.

“Aku ikut”

***

“Capek… Aku lelah… Guzeeeeelll…. Gimana kalau kita istirahat duluuuu perutku lapaaaarrr…” Neseli merengek

“Baru juga kita sarapan tadi pagi kau sudah mau makan lagi ? Memangnya kau hidup tidak pernah melakukan perjalanan jauh ?” Guzel mengernyitkan dahinya

“Pernah ! Aku bersama ayah ibuku selalu main ke kota yang beeesaaaarr sekali !” Neseli merentangkan kedua tangannya

“Lalu ? Kenapa tubuhmu bisa selemah ini ?” Guzel curiga

“Ehehe~ Itu karena kami selalu menaiki transportsi” Neseli ceringai

“Dasar…” Guzel melanjutkan langkahnya

“Tungguuuu aku Guzeeell !” Neseli merengek kembali

Mereka setelah sekian lama berdebat akhirnya memutuskan untuk pergi bersama. Awalnya Guzel melarang Neseli ikut karena ia takut jika Neseli akan tertimpa bencana atau semacamnya. Sedangkan Neseli ia berfikiran ingin mengetahui Guzel lebih jauh lagi, maka dari itu ia bertekad ingin ikut meskipun ia sudah mengirim surat kepada orang tuanya tetapi belum di balas. Wajar bukan ? Ia menulis surat tepat di hari keberangkatannya. Entah orang tuanya akan marah nanti.

“Aku tidak mau bertanggung jawab jika ada hal yang terjadi padamu nanti” ucap Guzel

“Siap ! Dimengerti !” Neseli memberikan hormat dengan menggunakan dua jarinya saja

Langit masih cerah tetapi matahari sedang di tutupi awan sekarang. Bukan karena ingin hujan tepatnya awan hanya menutupi matahari untuk sekian lamanya. Syukurlah Neseli tidak merasa kepanasan sama sekali. Jika matahari muncul maka kepalanya akan terasa panas terkena pantuln cahaya mentari. Oh, Neseli tidak ingin itu terjadi. Setidaknya ia memakai tudung untuk menutupi kepalanya jikamatahari akan tampak kembali. Sedangkan Guzel ia terlihat biasa saja. Ia mungkin sudah terbiasa dengan panasnya mentari, mungkin juga karena dia melakukan perjalanan jauh makanya tubuhnya sanggup berjalan sejauh ini. Neseli saja yang baru pertama kali melakukan perjalanan jauh sudah meminta untuk istirahat. Anak yang satu ini memang sangat mengandalkan transformasi. Wajar saja zaman sudah mulai maju.

“Guzel…” Neseli tampak cemberut

“Apa ?” Guzel menjawab santai

“Kita sedang menuju kemana ? Aku lupa bertanya.. Aku lelah, mau minum, istirahat yuk?” lagi lagi Neseli mulai cerewet

“Sebentar lagi kita sampai di sebuah desa yang gak jauh dari sini. Bersabarlah sedikit” Guzel berkomentar

“Huuuu… Ya sudah”

Mereka melangkah kembali. Pandangan Neseli lurus ke depan melihat sebuah pemandangan dari kejauhan. Walaupun sikap Neseli begitu ia memiliki mata yang tajam. Itu merupakan sesuatu kelebihannya. Tampak sebuah sungai yang bercahaya, Neseli berlari mendekati pemandangan itu. Guzel ingin memanggil namanya tetapi gadis ini sudah melangkah pergi dengan cepat. Setelah menghembuskan nafas kecil Guzel berlari mengejar Neseli di belakang. Pemandangan langka yang di lihat Neseli, kesan pertama yang ia ingin sampaikan adalah ‘indahnya’

“Guzel… Ini hebat sekali. Desanya di kelilingi air sungai !” Neseli tampak kagum

“Ya… Nama desa itu adalah ‘Su’” Guzel menjelaskan

“’Su’ ? Namanya singkat sekali” Neseli mengangkat satu alisnya

“Sudahlah ayo kita cari tempat makan di sana. Kau lapar kan ?”

Tak lama terdengar suara bunyi perut Neseli yang sangat kencang.

“Hehe… Sepertinya begitu” Neseli tertawa kecil

Hal pertama yang di lihat Neseli adalah sungai yang berwarna keperakan. Mungkin karena ada batu mineral disana jadinya sungai tampak berkilauan seperti itu. Tapi Neseli malah bermain dengan air itu dan berkata ‘airnya dingin sekali’ sambil tertawa besar – besaran. Guzel yang melihatnya seperti itu merasa malu dan menarik Neseli untuk menghentikan aktivitasnya yang tidak masuk akal itu. Neseli merasa kecewa karena dia kan baru pertama kali merasakannya. Maksudnya merasakan air sungai yang berkilauan. Guzel pun mengomelinya karena tindakan itu sama sekali tidak sopan terutama wilayah itu adalah wilayah yang baru saja mereka masuki dan tidak ada yang mereka kenal sama sekali.

“Cepat duduk di sana” Guzel memerintahkan setelah mereka memasuki tempat makan kecil di desa itu

“Huuaaa… Aku mau ikut ! Aku juga mau ikut memesan makanan !”

“Du-duk !”

“Oke !!” Neseli tegang

Guzel berjalan mendekati pemilik restoran dan menyebutkan nama makanan beserta minuman yang ingin ia pesan. Neseli duduk sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya. Ia menghela nafas sambil bermurung. Baru pertama kali ini dia melakukan tindakan yang gegabah. Biasanya ia tidak pernah pergi dari rumah sebelum di izinkan oleh orang tuanya. Sungguh ia memiliki rasa penyesalan karena pergi mendadak seperti itu. Tapi, Neseli merasa tidak bisa menginggalkan Guzel sendirian. Ia masih ingat di pagi itu Neseli menguping pembicaraan Guzel dengan seorang pria sayangnya Neseli tidak melihat dengan jelas rupa orang tersebut. Seandainya waktu dapat berputar kembali. Mungkinkah itu ayahnya Guzel tapi tidak mungkin, ayahnya saja kabur seperti itu. Tidak mungkin, benar kan ?

Guzel duduk berhadapan dengan Neseli. Neseli memandang Guzel yang sepertinya sedang melamun memikirkan sesuatu. Neseli ingin menanyakan sesuatu tetapi ia luangkan hal itu lain kali dan membicarakan topic yang lain. Paling tidak dapat menghibur Guzel untuk saat ini saja.

“Hei hei Guzel ! Setelah kita makan bagaimana kalau berkeliling desa ini ?” Neseli memulai pembicaraan

“Ya, lagipula jika aku meninggalkanmu kau pasti akan nyasar” Guzel terus terang

Neseli memanyunkan bibirnya sambil cemberut. Matanya focus menatap Guzel tetapi Guzel memandang ke arah yang lain. Neseli berpikir bahwa ia merasa kehadirannya sangat jauh untuk Guzel yang sekarang ini sedang duduk di hadapannya. Padahal sudah beberapa hari mereka menghabiskan waktu bersama. Bahkan Neseli rela menolongnya dan membawanya ke rumah walaupun Guzel waktu itu merupakan orang asing untuk Neseli. Lalu pelayan mengantarkan makanan untuk mereka.

***

Sesuai dengan janji, mereka berdua mengelilingi desa Su dari ujung sampai ujung lainnya. Neseli senang dengan pemandangan yang baru ia lihat. Baginya selain melihat – lihat ibukota yang besar tak di sangka ada tempat yang lebih indah dari itu. Sungainya tampak bersih, banyak ikannya pula. Tapi warga di dalamnya sangat sedikit itulah desa terpencil. Sepertinya jarang ada pengembara yang datang kemari. Sayang sekali padahal desa ini sangat indah sekali jauh dari polusi yang di timbulkan oleh transportasi. Seandainya dunia sama seperti desa ini mungkin akan tampak lebih indah. Guzel menatap sesuatu di balik pohon ia merasakan kehadiran sesuatu. Ia segera memegang pedang yang ia pasang di bagian kaki kirinya.

“Guzel ?” Neseli kebingungan

“Ssst…”

Mereka berdua terdiam sambil menunggu sesuatu keluar dari pohon itu. Di tempat mereka berdiri sekarang tidak ada orang yang berlalu lalang karena mereka sedikit memasuki pedalaman di desa itu. Sambil meneguk ludah Neseli mengepalkan kedua tangannya menunggu aba – aba dari Guzel jika terjadi sesuatu. Makhluk itu muncul. Seekor anak rusa muncul.

“Rusa… Kau menakutiku Guzel !” Neseli berbalik dan berjalan kembali ke desa

Guzel Nampak yakin bahwa apa yang ada di balik pohon itu ada seseorang tapi mengapa malah rusa yang keluar. Ia merasa curiga tetapi Neseli sudah melangkah jauh meninggalkannya. Tanpa pikir panjang Guzel menyusul gadis itu. Neseli berjalan sambil menggerutu sendiri, ia merasa di permainkan tapi dalam hati ia tau kalau Guzel memang merasakan sesuatu tapi sudahlah.

Neseli memperhatikan seisi desa itu. Kenapa jadi lebih ramai dari sebelumnya ? Bergegas Neseli mendekati salah satu warga di dekatnya. Orang tersebut mengatakan bahwa di desa ini akan di adakan festival panen. Karena sekarang adalah musim panen bagi desa itu. Neseli membinarkan matanya ia berfikir ‘whoah festifal !’ sambil tersenyum senyum sendiri. Guzel bertanya kepada Neseli apakah ia mau ikut menonton acara festival desa ini. Tentu saja jawaban Neseli sudah dapat di tebak kan ?

Malam pun tiba dengan berbagai macam orang di sertai pakaian mereka yang unik. Warnanya beraneka macam hanya saja di pakaian mereka terdapat dua warna. Jadi, paduan warna pakaian mereka setangah setengah tetapi tetap terlihat polos. Bukan hanya itu saja yang membuat perhatian, ternyata mereka mengadakan acara bakar – bakaran. Maksudnya seperti membakar makanan dengan api unggun yang sudah mereka sediakan. Api unggun yang sangat besar. Pokoknya sangat meriah dan menarik minat orang lain.

Salah seorang wanita memberikanku daging rusa yang sudah di potong, aku hanya tinggal membakar daging itu di api unggun. Guzel pun begitu ia tetap berada di samping Neseli. Mereka berdua makan dengan damai sambil menikmati acara di desa ini. Senyuman polos yang menawan dari Neseli membuat Guzel merasa jauh lebih nyaman. Sudah lama lelaki ini tidak merasakan kehangatan dari orang lain. Guzel berharap kejadian ini bisa terus menerus ia rasakan. Tiba – tiba…

DORR

Terdengar suara peluru yang di tembakan. Neseli membelalakan matanya terkejut sedangkan Guzel memegang pedangnya berhati – hati. Terlihat beberapa pria mengenakan pakaian formal seperti seorang penjaga. Mereka membawa beberapa senjata yang cukup berbahaya contohnya adalah pistol yang barusan menembakan peluru. Guzel menyiniskan matanya sepertinya ia tau siapa orang – orang ini.

“Guzel Cesur…” ucap suara pria yang terdengar familiar

“Kau… Apa yang kau lakukan di sini ?” Guzel menekankan nadanya

“Sudah jelas bahwa saya datang untuk menjemput anda. Anda harus kembali” kata – kata itu tidak berubah sama sekali

“Aku tidak akan pernah mau kembali !” Guzel mengeluarkan amarah sambil mengayunkan pedangnya

Salah seorang pria berbaju formal itu menangkis serangan Guzel dengan pedang juga. Guzel mendecih lalu kakinya siap menendang saying sekali pria itu menepis semua serangannya.

“Guzel !” teriak Neseli “Apa yang kau lakukan pada rekanku !! Hiiaahh !” Neseli meluncurkan tinjunya

“Hentikan, Neseli !!” Guzel mencegahnya tetapi gagal

Kepalan tangan Neseli di tahan oleh pria yang lain dan perut Neseli di pukul dengan sangat kencang sehingga membuatnya mengeluarkan sedikit darah dari mulutnya. Guzel merasa tidak terima dan bermaksud untuk menyerang balik tetapi hal itu sia – sia tak lama sejak kejadian itu kepala Guzel terasa berat hanya saja ia tidak menyerah. Ia melemparkan serpihan tanah kepada pria yang mengawasinya. Setelah itu Guzel melarikan diri karena kemampuannya yang sekarang belum bisa menyelamatkan Neseli. Neseli pun ia tinggalkan dan segera mencari tempat yang aman.

***

Membuka mata perlahan sambil memfokuskan mata. Neseli merasa perutnya sakit sekali sehingga daya penglihatannya ikut terpengaruh. Ia menggeram kesakitan sambil memanggil nama Guzel tetapi tidak terdengar suara balasannya. Neseli membangunkan tubuhnya ia melihat sekeliling ternyata dia ada di penjarang ruang bawah tanah. Bukannya merasa ketakutan gadis ini malah terlihat senang, ia merasa baru pertama kali ini ia melihat penjara bawah tanah secara nyata. Ia merasa tidak sia – sia ikut dengan Guzel karena ia selalu mendapatkan suatu hal yang baru gadis ini tidak tau sama sekali bahwa sekarang ia mungkin akan berada dalam bahaya.

“Diam kau ! Seorang tahanan sepertimu jika tidak di beri pelajaran sepertinya tidak akan diam” seorang petugas itu menyodorkan benda tajam yang terlihat seperti obat bius

“Wow ! Apa itu ? Mungkinkah itu senjata baru ?” Neseli bertanya dengan polosnya

“Kau..!!” petugas itu tampak jengkel

“Cukup”

Hanya mengatakan satu kata itu sang petugas terlihat shock dan membalikan badannya ke arah sumber suara. Sepertinya orang itulah yang berkuasa di tempat ini atau mungkin itu adalah atasannya. Neseli tidak melihat dengan jelas wajah orang itu karena tempat ini lumayan gelap dan hanya ada obor kecil yang bisa menerangi. Neseli semakin penasaran dan mencoba mencari cara agar melihat orang itu dengan baik sayangnya orang yang bersangkutan sudah melangkah pergi bersama dengan petugas. Sayang sekali.

“Sebenarnya aku di mana ya ? Guzel juga tidak ada…” Neseli mencoba mencari celah untuk keluar

Neseli mencoba – coba membuka gembok penjara dengan jarum. Tidak berhasil walaupun sudah berusaha tetap tidak berhasil. Tapi Neseli tidak patah semangat walaupun sudah bermenit – menit yang lalu ia lakukan. Sejam, dua jam, tiga jam telah berlalu dan akhirnya Neseli menggeletakan tubuhnya di lantai. Apa kabar Guzel pikirnya. Neseli berfikir bahwa Guzel telah di tangkap tapi ia tidak ingat sama sekali semenjak perutnya di pukul secara tragis. Mencoba berfikir tetapi tetap tidak berhasil Neseli tidak tau harus berbuat apa kepalanya pun masih terasa sakit akhirnya ia memutuskan untuk kembali tidur.

DUK

DUK DUK

DUK DUK DUK

BRUAK

Terdengar suara yang jatuh dari atas membuat Neseli terbangun. Setelah ia terbangun dengan membelalakan matanya, pas, tepat di depannya Guzel berdiri sambil menatapnya, khawatir.

“Guzel…?” Neseli memanggil namanya ragu

Tak berapa lama Guzel melipatkan kedua tangannya kepada Neseli, memeluknya erat. Nafas Guzel tidak teratur seperti ia habis lari di kejar – kejar oleh banyak orang. Neseli mengelus pundaknya secara lembut untuk bisa menenangkan Guzel. Di saat seperti ini Neseli masih bisa memikirkan orang lain. Padahal dirinya sendiri yang sedang berada dalam bahaya.

“Maafkan aku.. Neseli… Aku sudah membuatmu dalam keadaan celaka” Guzel sedikit bergumam

“Apa maksudmu ?” Neseli mengangkat satu alisnya

“Kau tau kan aku yang menyebabkan kau jadi seperti ini”

“Guzel… Ternyata kamu lebih bodoh dari aku ya ? Haha” Neseli tertawa sedikit

“Kau ini di saat seperti ini masih saja bisa bercanda !” Guzel melepaskan pelukannya

“Tapi… Pada akhirnya kau datang menyelamatkanku bukan ?” Neseli tersenyum lembut

“…..kau bodoh”

Guzel menggendong Neseli ala tuan putri lalu melompat ke atas ke tempat di mana dia datang. Sambil menggendong Neseli, Guzel berlari dengan tatapan mata yang tajam. Ternyata sekarang sudah malam. Walaupun begitu Neseli tidak tau pasti kalau sebenarnya ia sudah tertidur seharian penuh. Mungkin karena perutnya yang di pukul kencang system kesadarannya jadi melemah. Setelah keluar dari tempat yang di sebut ‘penjara’ itu Guzel menurunkan Neseli dari gendongannya. Ia berpikir bahwa tempat ini sudah aman.

“Guzel, bagaimana kalau kita beristirahat ? Nafasmu sampa-“

“Aku tidak apa – apa” Guzel memutuskan pembicaraan Neseli

Neseli memandang Guzel sepertinya dia telah berusaha masuk ke dalam dengan usaha yang keras. Neseli tersenyum dan memukul pundak Guzel berusaha untuk menyemangati lelaki yang sudah menyelamatkannya ini. Lelaki cantik yang berhati tulus. Neseli senang tapi siapa sangka perasaan senangnya ini berarah ke tempat lain ?

Sambil terus berjalan Neseli membantu Guzel berjalan. Nampaknya Guzel sudah mulai kelelahan kemungkinan besar ia tidak bisa tidur karena memikirkan Neseli seharian itu. Tak lama ada sebuah rumah kayu kecil yang kosong tak jauh dari tempat mereka berdiri. Sepertinya itu tempat yang bagus untuk di jadikan peristirahatan.

Mereka berdua memasuki rumah kayu itu. Neseli menyalakan api untuk menghangatkan tubuh mereka ternyata ada terobong asap juga di rumah ini. Begitu api menyala tiba tiba ada suara jatuh di belakang Neseli. Gawat. Ternyata Guzel terjatuh, wajahnya memerah, nafasnya tidak teratur. Neseli mendekatinya sambil menyentuh kening Guzel. Panas. Bahaya, Guzel ternyata sedang demam. Keringatnya bercucuran banyak. Neseli menggotongnya tidur di atas ranjang satu – satunya rumah itu. Ia menyelimuti Guzel dengan selimut berharap demamnya turun dan ia sehat kembali. Sayangnya tidak ada makanan di rumah ini. Tapi di depan rumah ini ada sebuah sungai yang mengalir. Neseli bergegas mengambil air itu dengan ember kecil yang ada di pojokan rumah ini. Setelah mengambil air cukup ia berlari kembali ke dalam rumah. Berusaha mencari kain tapi tidak ada, gadis ini merobek ujung bajunya dan menyelupkannya ke dalam air. Sambil di peras ia meletakannya di atas kepala Guzel sebagai kompres. Masih terdengar suara terengah – engahnya Neseli menggenggam tangan kiri Guzel dan berdoa agar dia cepat sembuh.

“Guzel, maafkan aku.. Sepertinya aku masuk seenaknya dalam hidupmu. Aku terlalu ikut campur bahkan sampai membiarkanmu memasuki rumahku. Apakah aku ini malah menjadi beban untukmu ya” Neseli menaruh tangan Guzel di pipinya

“Tapi aku merasakan sebuah rasa sakit yang aneh. Apakah aku juga tertular penyakitmu ? Apa aku juga akan terkena demam ? Tapi kenapa rasanya berbeda ?” Neseli mengelus pipi Guzel

Neseli menatap Guzel halus, angin bersepoi sepoi melewati jendela rumah kayu itu. Membuat rambutnya jadi berterbangan kecil. Dan waktunya tiba untuk ia menutupkan kedua matanya. Tak lama Guzel membuka kedua matanya.

***

CIIT CIIIITT CIIITTT

Mungkin itu adalah suara burung kecil yang sedang bernyanyi. Neseli otomatis membuka matanya. Ia merasa aneh, begitu ia membangunkan tubuhnya ia tersadar ternyata ia sedang berada di atas ranjang. Lalu Guzel kemana ? pikirnya. Ia mencari Guzel di sekeliling rumah kayu yang rapuh itu. Tapi, ia tidak menemukan lelaki yang ia cari. Neseli berpikir kemungkinan besar Guzel meninggalkannya sendiri. Tidak. TIDAK !

“Ternyata kamu sudah bangun, Neseli” ucap Guzel sambil menepuk pundak Neseli dari belakang

Neseli sedikit terkejut “Apa maksudmu ? Jadi maksud kamu aku gak bisa bangun pagi ? Aku selalu bisa bangun pagi tau !” Neseli mengibaskan rambutnya

“Hahaha.. Oh ! Matamu berair Neseli” Guzel menyentuh air matanya

“Jangan sentuh !” Neseli menghindar

“Hah ?”

“Air mataku ini langka tau, jarang – jarang aku mataku bisa berair setelah bangun tidur” Neseli bertindak normal tetapi tetap dengan gayanya yang aneh

“O-ooh..”

Neseli berjalan menjauhi Guzel, ia sendiri tidak tau kenapa ia bisa mengeluarkan air mata seperti tadi. Aneh. Akhir – akhir ini Neseli merasa sangat aneh. Tidak seperti biasanya, walaupun aslinya dia aneh tapi bagi dia ini pertama kalinya ia merasa aneh. Bukankah orang yang bersifat aneh dan berfikir pertama kalinya bahwa dirinya itu aneh sangat jarang sekali ?

Mereka melanjutkan perjalanan kembali, kali ini Guzel berada di depan Neseli sedangkan Neseli berada di belakangnya. Tidak ada jarang di antara mereka hanya saja Neseli sedang tidak ingin berjalan di samping Guzel. Di sisi lain Guzel merasakannya, ia merasa Neseli mulai menjauhinya kemungkinan karena kejadian ia di tangkap itu sehingga membuatnya menjadi trauma. Pemikiran mereka berdua berbeda. Tapi intinya mereka masih bersama – sama.

“G-g-g-guzel…Kita sedang ke arah mana ?” Neseli sedikit gugup

“Kamu akan tau begitu kita sampai”

“Ngakkkk gak mauuu kasih tau seka-“

JDUKK

Kepala Neseli terbentur pohon, jika berjalan ia memang suka melihat ke arah kiri dan kanan tanpa tau apa yang ada di depannya.

“Sa….KIITT !! SAKIITT !!” Neseli merengek kembali

“Neseli ?!” Guzel terkejut lalu menghampiri Neseli

Sakit. Itu yang di rasakan Neseli. Darah segar bercucuran dari keningnya. Darah yang keluar tidak banyak seperti yang di bayangkan. Tapi kalau sudah sampai keluar darah seperti itu pasti rasanya sangat sakit sekali. Guzel mendekatkan dirinya melihat kening Neseli. Lukanya lumayan. Guzel mengambil sapu tangan di sakunya lalu membersihkan darah yang ada di kening Neseli lalu mengikatnya. Dengan begini darah di kening Neseli bisa berhenti keluar. Tiba – tiba Guzel menyium kening Neseli. Neseli hanya membulatkan matanya. Ia terkejut tapi tidak bisa bergerak.

“Hei.. Neseli ? Haloo ?” Guzel memanggil nama Neseli sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Neseli

Neseli masih pelongo seperti orang bodoh. Apa itu barusan pikirnya. Gara – gara kejadian barusan Neseli jadi sedikit lelet dalam berfikir. Mereka melanjutkan berjalan kembali tapi kali ini makin parah Neseli selalu suka menabrakan dirinya ke pohon pohon yang mereka lewati. Untunglah Guzel berdiri di sampingnya ia jadi bisa memeganginya agar tidak salah arah. Mengapa Neseli jadi seceroboh ini pikir Guzel kali ini.

“Baik…Kita sudah sampai” Guzel berucap

Besar itulah kesan pertama Neseli melihat tempat ini. Seperti sebuah kerajaan tapi ini berbeda bangunannya memang terlihat lebih mewah tapi tidak semewah istana kerajaan. Lalu, tempat apakah ini sebenarnya ? Bahkan tempat ini jauh lebih besar dari rumah Neseli. Ya, itu wajar karena itu kan hanya sebuah rumah kayu yang di buat oleh ayah Neseli.

“Selamat datang, di rumahku” ucap Guzel

***


Author Note    : Wuhuuu~~ Selesai juga~ Sebenarnya niatku dalam satu kali rilis langsung tamat tapi ku urungkan niatku karena cerita ini masih blooming~ Jarang – jarang aku bikin alur cerita yang seperti ini. Bagiku yah namanya juga maniak mencoba melakukan hal yang baru. Tapi kita kembali lagi ke cerita~ Neseli ini tipenya orang yang aneh di gabungkan dengan seorang cowok cantik (Guzel) karena author ini memang tertarik sama cowok cantik KYAKYAKYA. Tapi pribadi Neseli yang aneh sulit di buat alami. Karena aslinya belum pernah bikin karakter yang bersifat seperti ini. Biasanya bikin karakter yang bersifat normal atau gak tipe yang serius. Tetap doakan akuuu untuk hasil yang lebih baik! (>w<)b

Selasa, Maret 24, 2015

The Happinest & The Sadness

The Happinest & The Sadness

Bulan sabit terlihat indah seperti biasa. Suara angin yang terdengar merdu telah melambaikan rambut panjang seorang gadis yang sedang berdiri di sebuah bangunan kosong yang gelap. Dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikannya, tetapi gadis itu tidak tau. Sang gadis berdengung menyanyikan lagu kesukaannya, “Que Sera Sera”. Lagu yang sudah amat lama itu di ingat jelas sekali oleh sang gadis. Entah apa yang membuatnya menyukai lagu itu. Tiba – tiba sang gadis mengeluarkan air matanya, seseorang yang melihatnya dari kejauhan terkejut tapi ia masih bersembunyi.

“Sampai jumpa, duniaku”

Sang gadis membiarkan tubuhnya terjatuh bebas, di saat yang bersamaan orang yang memperhatikan gadis itu dari kejauhan mulai berlari, loncat dan menggapai sang gadis.

***

Terasa kembali angin yang sangat sejuk. Perlahan – lahan angin itu membuat sang gadis terbangun dari lelapnya. Ia melihat sekeliling, jendela, kasur, meja, hordeng, dan bunga. Semua yang ia lihat berwarna putih bersih, butuh waktu sedikit lama untuk menyadari bahwa ia sedang berada di dalam rumah sakit. Sang gadis mengeratkan kedua tangannya seraya memegang selimut kasurnya.

“Kenapa aku masih hidup ?”

Ia merasa kesal, benci, dan amarahnya keluar. Rasa sakit yang ada di kepalanya mulai terasa sehingga membuatnya tidak berdaya. Rasanya benar – benar tidak enak, pasti, pasti ada yang telah menggagalkan rencananya. Ia tau siapa, ia tau siapa yang menolongnya, tidak lain dan tidak bukan pasti dia. Dia adalah laki – laki yang sang gadis benci seumur hidup bahkan sampai mati maupun sudah memasuki dunia neraka atapun surga.

“Anda sudah sadar ?”

Tak lama setelah sang gadis memikirkan laki – laki itu, ia pun datang sambil membawa semangkuk bubur, berbagai macam obat dan juga air putih. Sang gadis menatapnya tidak percaya, ia berpikir lebih baik sekarang ia meracuni dirinya sendiri dari pada bertemu lelaki ini.

“Speranza”

Nama sang gadis yang akhirnya kita ketahui ‘Speranza’ telah menoleh ke arah asal suara. Tatapannya sinis, marah, kesal yang ia rasakan begitu mendengar namanya di sebut olehnya.

“Pergi kau, Vuoto”

Lelaki bernama ‘Vuoto’ itu terkejut karena namanya telah di sebutkan oleh gadis idamannya. Senyum pun tersimpul, ia mendekat ke arah Speranza langkah demi langkah. Speranza merasa takut tetapi yang ia rasakan sampai sekarang adalah dendam murninya pada Vuoto. Dendam yang tidak akan pernah pudar dengan mudah. Vuoto meletakkan apa yang tadi ia bawa ke atas meja yang berada di samping Speranza. Tak lama ia duduk di kursi yang ada di samping Speranza sambil terus menatapnya. Matanya tak lepas dari Speranza dan Speranza pun juga begitu, ia menatap Vuoto, tatapan yang penuh kebencian.

“Saya tegaskan satu hal”

Vuoto mengeluarkan selembar kertas yang berada dalam tas kecil yang selalu ia kenakan selama 5 tahun penuh. Tas itu ia kenakan hanya untuk menyimpan kertas selembaran yang tak ada arti dan tak ada guna bagi Speranza.

“Aku menolak !! Aku tidak mau !!! Aku tidak setuju !!!! Dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau !!!!!” Speranza berteriak sambil merobek dan membuang kertas itu keluar jendela

Vuoto tidak berekspresi sama sekali, ia mengeluarkan kembali kertas yang sama. Ternyata ia menyimpan cadangan yang sangat banyak. Speranza tidak sanggup, ia pun mengeluarkan air mata berharap suatu saat nanti, suatu hari nanti akan ada yang menolongnya dan melepaskan siksaan yang selalu menghantuinya ini.

***

Setelah 2 minggu berada di rumah sakit, Speranza menghirup udara dari dunia yang ia benci ini. Sebenarnya ia tidak akan membenci dunia ini, hanya saja Vuoto berada di dalamnya maka ia pun akan membencinya. Di mana pun itu, jika ada Vuoto maka Speranza akan membencinya, apapun itu. Speranza berjalan entah kemana, di belakangnya Vuoto mengikuti.

*FLASH BACK*

Vuoto merupakan laki – laki yang sangat dekat dengan Speranza, dulu sekali Speranza sangat menyayangi Vuoto layaknya saudaranya sendiri. Waktu itu Speranza berumur 13 tahun, dia merupakan gadis yang lugu dan memiliki karakter yang ada pada gadis kebanyakan. Lalu Vuoto berumur 15 tahun, ia selalu menemani Speranza kemana pun gadis itu pergi. Vuoto tinggal dalam keluarga Speranza karena ayahnya Speranza bertemu dengan Vuoto yang sedang terjebak dalam aksi perkelahian antar daerah kekuasaan.

Zaman dahulu, berkelahi merupakan hal yang wajar. Kekuasaan, uang, martabat, semua hal seperti itu harus di miliki setiap orang jika ingin bertahan hidup. Jika tidak mereka akan di telantarkan dan hanya akan mati dalam kesengsaraan yang fatal. Tidak dapat merasakan kebahagiaan dan hanya bisa mengemis di mana pun tempat itu. Ayah Speranza merasa bahwa Vuoto dapat melindungi putri kesayangannya jika sesuatu menimpa dirinya.

Tak lama, Vuoto resmi menjadi pelindung Speranza. Speranza senang sekali menerima anggota baru di keluarganya itu. Di bandingkan pelindung ia lebih beranggapan bahwa Vuoto adalah kakak laki – lakinya. Speranza sangat menyayanginya, Vuoto pun demikian bedanya lelaki itu menyayanginya lebih istimewa dan lebih ke arah yang berbahaya. Mengenai ibunya Speranza, ibunya telah meninggal begitu melahirkannya. Speranza merasa sedih tetapi ia masih harus melanjutkan hidup demi ibunya.

Setelah Speranza berumur 15 tahun, ayahnya meninggal dunia karena penyakit yang tidak bisa di sembuhkan. Jujur, Speranza menangis sangat kencang sekali, ayah yang sangat ia sayangi meninggal di saat Speranza hanya menjadi seorang gadis remaja yang belum tau seperti apa kejamnya dunia luar. Karena selama ini ia selalu di lindungi atas perintah ayahnya. Speranza tidak memiliki kerabat maupun saudara lain, ia merasa goyah dan tambah tidak kuat begitu mengetahui bahwa ia tak sanggup membayar dana rumah, tempat tinggalnya.

Dengan berat hati Speranza keluar dari rumahnya itu, badannya begitu merinding dan ketakutan, ia tidak tau lagi harus bagaimana. Kehidupan nya hancur dengan mudah setelah tiadanya sang ayah. Tapi, ia ingat Vuoto bersama dengannya, selalu. Ketika Speranza telah menemukan rumah baru yang kumuh dan kotor ia sadar bahwa Vuoto jarang sekali terlihat di dalam rumah. Sudah sekitar 2 bulan semenjak kejadian jatuhnya keluarga Speranza. Speranza khawatir dan dia berfikir bahwa ada yang tidak beres. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi mencari keberadaan Vuoto.

Ia mencari dari satu tempat ke tempat yang lain. Hasilnya nihil, ia tak mendapatkan petunjuk sama sekali. Sampai suatu ketika ia bertemu dengan lelaki paruh baya yang sedang membawa kapak.

“Sedang mencari siapa gadis kecil ?”

“Apa… kau kenal orang ini ?” Speranza memperlihatkan gambar Vuoto

“Tentu saja, dia berada di sana” sambil menunjuk ke arah puncak gunung

“Te..terima kasih”

Speranza melanjutkan langkah nya itu sambil berharap Vuoto ada di sana. Sejujurnya ia juga ketakutan karena baru setengah jalan saja tempat nya lumayan gelap. Padahal hari masih siang dan panas, ternyata hutan di gunung itu lebat juga. Tapi, Speranza tidak berhenti dan terus melangkah.

BRAKK

Speranza terjatuh oleh akar pohon yang tebal membuat lutut kakinya terluka dan mengeluarkan sedikit darah. Ugh, Speranza tetap berjalan menahan sakit yang ia rasakan demi Vuoto (Author : Kau baik sekali nakk). Sesampainya di puncak, Speranza melihat suatu bangunan yang terlihat seperti benteng pertahanan. Di depan pintu gerbang terlihat dua orang prajurit yang perutnya telah di lukai oleh benda yang tajam. Darah berlumuran di mana – mana, Speranza merasa syok, ia takut, ya, takut sekali, kakinya gemetar, bibirnya membiru, matanya terbelalak, tangannya perlahan membuka pintu dengan pelan.

KREKK

Suara pintu yang di buka terdengar dan suaranya di pantulkan kembali dalam ruangan itu. Speranza berjalan, ruangan itu gelap gulita, untungnya Speranza membawa obor yang ada di pintu gerbang utama.

“Vu…o..to…..kau…dimana…?”

Suara Speranza gemetar, ia melihat ada cahaya dari kejauhan. Speranza terlihat senang tapi ia juga harus waspada, bagaimana jika itu adalah musuh ? pikirnya. Satu.. dua… lima.. langkah ia mendengar suara yang tidak asing.

“Vuo- !”

Belum selesai ia mengucapkan nama “Vuoto” gadis itu menyaksikan suatu tragedy yang sangat besar. Ia melihat seorang pria telah kehilangan lengan kirinya mati terpuruk, ia juga melihat seseorang mati dengan kapak yang menancap di leher, lalu terakhir ia melihat Vuoto sedang membidik senjatanya ke arah orang yang mungkin akan menjadi korban selanjutnya.

“…k-kami juga tidak tau. Itu perintah ! Kami harus meracuni tuan Jet’dai !”

‘Jet’dai’ merupakan nama ayah dari Speranza. Nama yang sangat di hormati oleh banyak sekali rakyat jelata. Speranza sangat yakin bahwa ayahnya meninggal karena penyakit yang tidak bisa di sembuhkan. Tetapi, mendengar kata racun ia menjadi tidak yakin.

“Ohh… Jadi hanya karena ‘perintah’ kalian harus melakukannya ?” mata Vuoto terlihat kosong, ia siap menembak kapan saja

“Tunggu !! Tunggu !!! Itu perin-“

DORR

Satu tembakan telah melukai kaki kiri pria tersebut, Speranza hampir saja berteriak dengan kencang, kedua tangannya kini sedang menutup erat mulutnya.

“Ya, saya tau itu perintah. Maka saya akan membunuh anda berdasarkan ‘perintah’ juga”

DORR DORR DORR DORR

Tembakan kedua mengenai kaki kanan, tembakan ketiga dan ke empat mengenai tangan kiri dan kanan sang pria. Pria tersebut memohon ampun tetapi Vuoto tak mendengarkan.

“Selanjutnya… Bagian mana ya… Apakah anda ingin saya menembak tepat di usus anda ? Lambung ? Jantung ? Atau… Anda ingin saya melubangi tempurung kepala anda ?” Vuoto berkata sambil tersenyum yang sangat menyeramkan

“Tidak…. Ku mohon..Henti-“

DORR

Tembakan terakhir tepat melubangi kepala sang pria.

BRUKK

Suara tubuh yang terjatuh itu terdengar, Speranza semakin ketakutan, takut yang sangat dahsyat. Dia harus pergi dari tempat itu, SEGERA ! Tapi, kakinya tak mampu mendukung tubuhnya untuk berdiri. Tangannya juga tidak dapat di gerakan, bagaimana ini ? bagaimana ini ??

“Spe..ranza..?”

“AH!”

Speranza takut, ia sangat takut, mendengar suara itu ia pun berlari kencang mencoba untuk keluar dari benteng secepat mungkin. Begitu ia berhasil keluar ternyata ia tidak dapat lolos, Vuoto berlari jauh lebih kencang dan berhasil menangkap Speranza. Vuoto merasakannya, tubuh Speranza gemetar hebat sekali, nafasnya tak teratur, tubuhnya kian mendingin.

“Apakah anda melihat semuanya ?”

Speranza hanya terdiam, berharap kejadian itu semuanya hanyalah mimpi. Ia tak sanggup hidup seperti ini. Ia tak sanggup melakukannya, ia tau kalau kenyataannya ayahnya terbunuh dengan racun tapi, Speranza tidak pernah berikir akan balas dendam dan pembunuhan seperti itu. Itu sangat berat baginya, ia hanya merasa sedih dan sangat kesepian.

“Kenapa….Kenapa kau melakukan itu…?” suaranya kembali gemetar

“Karena mereka lah yang mengacaukan hidup kita”

“Kau salah… Kau salah... Aku tidak mau seperti ini”

Speranza menebas genggaman Vuoto dan berlari sejauh mungkin. Bangunan nya bagaikan lorong yang dalam, belok ke kiri, kiri, kanan, kiri, kanan. Begitu terlihat pintu keluar Speranza berlari lebih kencang lagi, akhirnya dia keluar dari bangunan yang terkutuk itu. Sayangnya begitu ia ingin turun dari gunung tersebut Speranza melangkah di jalan yang salah, ia terjatuh ke dalam lubang yang begitu dalam.

***

*FLASHBACK OFF*

“Apa rencana anda hari ini, Speranza ?”

Vuoto meletakkan secangkir teh latte di depan meja tempat Speranza duduk. Speranza mengerutkan keningnya, kesal, ia tidak mau melihat pria ini lebih lama lagi. Tapi, Speranza juga tidak berani meninggalkan Vuoto sendiri, karena hal berbahaya pasti akan di lakukannya. Yah, Speranza pun juga pasti akan melakukan hal gila. Ingat kejadian terjun bebas yang di lakukan Speranza beberapa hari yang lalu ?

“……”

Tak menghiraukan perkataan Vuoto, Speranza berdiri dan melangkah menuju suatu tempat. Vuoto mengikuti dari belakang, gadis ini tau kalau Vuoto akan mengikuti kemana pun Speranza pergi layaknya hewan peliharaan. Speranza sudah tidak mau menggubris masalah itu. Karena Speranza sendiri merasa ia memerlukan Vuoto untuk melindunginya. Walaupun di lindungi dengan cara yang salah.

Ternyata Speranza mendatangi tempat yang dulu di kenalnya sebagai ‘rumah’. Tempat itu kini telah menjadi lahan yang kosong untuk di jadikan sebagai pabrik perabotan rumah. Di dalam dada Speranza terdapat rasa yang sangat menyesakan, kenangan – kenangan tentang keluarganya kembali seketika. Rasa pedih itu terasa kembali, sehingga membuatnya menitikan air mata, satu tetes air mata berhasil jatuh dari mata kanannya. Bagaimana tidak ? Bukankah mengingat kenangan keluarga yang telah tiada itu sangat menyakitkan ?

“Ayah…”

Ucapan pertama yang di katakan Speranza bergitu ia menghapus air matanya. Ia tau kalau ayahnya tidak akan bisa kembali ke bumi ini lagi, bahkan ke dunia ini. Ayahnya telah berada entah dimana, yang Speranza tau tempat itu adalah Surga, tempat dimana orang yang meninggal beristirahat dengan tenang. Tapi, ia tau kalau ayahnya itu pasti merasa tenang karena tidak perlu mengkhawatirkan tentang kejamnya dunia ini. Ah, mengingat tentang hal itu Speranza mulai menatap Vuoto yang tengah mengikutinya dari tadi.

“Kau itu tidak perlu mengikutiku” kesal Speranza

“Itu sudah kewajiban saya untuk mengikuti anda kemana pun anda pergi”

Lagi – lagi sikap ke “pelayanan” nya muncul lagi. Padahal Speranza sama sekali tidak suka sikapnya yang seperti itu. Speranza juga sangat membenci cowok yang satu ini. Karena cowok ini sudah terlalu banyak membunuh orang – orang yang ada hubungannya dengan kematian ayah Speranza. Speranza tau, dia juga sebenarnya menyimpan dendam, bedanya ia tidak pernah mau berpikiran akan dendam untuk membunuh. Tidak sama sekali.

Setelah menghela nafas Speranza melanjutkan langkah nya ke suatu tempat. Entah ia mau kemana satu hal yang pasti ia ingin berjalan sejauh mungkin sampai Vuoto tidak mengikutinya. Speranza tau hal itu akan sangat lah sia – sia. Mengetahui kalau tipe Vuoto merupakan orang yang keras kepala pastilah dia tidak akan berhenti mengikuti Speranza. Hal itulah yang membuat Speranza menjadi tidak bisa berbuat apa – apa. Walaupun sekarang ia sudah berumur 22 tahun.

Speranza sibuk memikirkan sesuatu yang ada dalam pikiranya, begitu ia sadar ternyata Vuoto tidak ada bersama dengannya. Sungguh suatu kebetulan yang luar biasa. Speranza pun berlari sejauh mungkin, gadis yang beranjak dewasa ini tidak memperdulikan tempat tinggalnya yang kumuh itu. Pokoknya ia berpikir harus pergi sejauh mungkin. Sungguh, rasa benci Speranza terhadap Vuoto sangatlah tinggi.

***

“Haahh…Haaahh….” Speranza mulai lelah karena terus menerus berjalan

Speranza tidak tau ia berada di mana sekarang, ia hanya melihat tanah yang gersang di sebelah kanan dan kirinya. Ia berpikir sepertinya ia berada di padang pasir (author : bukan padang pasir oi). Speranza menyerah untuk melangkah lagi, ia terduduk di tengah – tengah jalan, berharap Vuoto datang menolongnya. Tunggu. Speranza tidak berniat berpikir seperti itu. Kedua tangannya menepuk pipinya agar membuatnya semangat kembali.

“Tidak… Tidak… Tidak… Pokoknya aku harus berusaha sendiri. Aku akan menemukan cara agar tidak bersama dengan lelaki penyakitan itu”

Sambil berkata seperti itu tiba – tiba

“Apa yang kau maksud dengan ‘lelaki penyakitan’ ?”

“HUWA !”

Speranza terkejut mendengar perkataan itu, ia berpikir pasti itu adalah Vuoto. Ternyata dugaannya salah. Ia melihat seorang lelaki dengan tubuh yang bisa di bilang tidak terlalu tinggi tetapi masih lebih tinggi dia daripada Speranza, ia menampakan wajah polos yang di penuhi dengan kalimat tanya begitu melihat Speranza terduduk di tengah – tengah jalan. Awalnya Speranza merasa terpaku memandang lelaki itu dan mulai merasa malu. Pasti ia berpikir kalau Speranza seperti orang gila (author : yang sabar yak).

“Maaf, apa aku mengagetkanmu ?” lelaki itu bertanya sambil mengulurkan tangannya

“Ah ! Enggak kok ! Enggak !” Speranza berdiri tanpa menerima ulurannya menahan malu

“Bagus lah, jadi … apa yang kau lakukan di tengah – tengah jalan seperti itu ?”

“Oh… Itu… Aku tersesat, seperti nya aku … Mungkin telah berjalan lebih dari 2 atau 3 jam”

“Benarkah ? Itu hebat ! Di tambah lagi kau jalan sendirian”

“Aha..ha… Begitulah” Speranza menutupi kenyataan kalau dia sedang menjauhi Vuoto

“Ngomong – ngomong rumahku tidak jauh dari sini. Apa kau ingin mampir ?” ajaknya

“Terima kasih banyak ! Itu sangat membantuku sekali” Speranza tampak senang

Mereka berdua pun berjalan bersama, Speranza merasa terlalu senang dan berpikir ia menyukai lelaki ini.

“Namaku Speranza, kalau kau ?”

Terdiam sejenak, lelaki itu seperti sedang berpikir. Tak lama akhirnya ia mebuka mulutnya.

“O-oh, namaku ? Namaku Ardo” jawabnya

“Ardo ? Hm… Salam kenal, Ardo” Speranza tersenyum sembari senang mendapat teman baru

“Ya, salam kenal, Speranza” Ardo pun membalas senyumnya

Betapa senangnya Speranza melihat Ardo tersenyum. Entahlah, mungkin ia akan mengalami perasaan baru.

***

“Ahhh… Aku terselamatkan” lega Speranza selesai meminum secangkir teh yang di sediakan oleh Ardo

“Haha.. Ternyata kau benar – benar tidak tau jalan ya ?” Ardo tertawa

“Iya, mungkin aku tersesat” jawab Speranza sambil menjulurkan lidahnya

“Kenapa kau sampai harus berjalan sejauh itu ?” Ardo bertanya

“………ung.. karena aku ingin berpetualang !” bohongnya

“Ternyata begitu, kau hebat” Ardo memuji

“Ah, tidak juga” Speranza tersipu malu

Sambil berbincang – bincang tak terasa hari sudah malam. Speranza merasa tidak tau harus kemana lagi karena dia memang tidak tau apa – apa tentang dunia luar. Begitulah gadis bangsawan ini menghabiskan waktu hanya berada di dalam rumah dan sekitarnya.

“Kau mau menginap di sini ?” Ardo menawarkan

“B-bolehkah ?”

“Tentu saja, di daerah sini kalau perempuan berjalan sendirian di malam hari pasti mereka akan di culik, di jual ke tempat yang jauh” Ardo menjelaskan

“Kejamnya…”

“Yah, itulah kehidupan”

“Oh ! Terima kasih telah mengizinkanku tinggal di rumah mu”

“Tidak apa – apa”

Di malam itu juga Speranza berada di kamar yang lumayan luas. Di dalam kamar itu terdapat tempat tidur, lemari yang besar, berbagai macam bunga yang tergantung, jendela, meja dan kursi. Semua tertata rapih dan enak di pandang, apalagi cahaya rembulan yang masuk lewat jendela.

“Selamat malam” ucap Ardo

“Selamat malam, Ardo”

BLAM

Pintu kamar telah tertutup, Speranza sendirian di dalam kamar itu. Uwah, entah mengapa rasanya seperti di rumahnya yang dulu. Bedanya dalam kamar ini banyak sekali bunganya. Speranza menggeletakan tubuhnya di atas kasur yang empuk itu. Ia tersenyum – senyum sendiri karena rasa senangnya yang sangat besar. Ia tidak menyangka akan ditolong oleh seorang lelaki yang baik seperti Ardo ini. Speranza tidak merasa perlu untuk waspada, di mata Ardo tidak terlihat akan adanya perlakuan jahat padanya. Tapi siapa sangka ?

***

Ke esokan harinya, Ardo telah berdiri di ruang makan. Menyiapkan sepotong roti dengan selai coklat di dalamnya. Begitu Speranza melangkah mendekat, mata Ardo langsung melirik ke arah Speranza dan tersenyum.

“Selamat pagi”

“P-pagi”

Bagi Speranza sudah lama sekali ia tidak di sapa ‘selamat pagi’ seperti itu. Karena semenjak keluarga nya kacau balau ia jadi suka berpindah – pindah ke penginapan lain. Tanpa perlu menyapa orang lain.

“Ayo duduk, makanlah roti ini” Ardo menyodorkan sepotong roti untuk Speranza

“Terima..kasih..” Speranza tertunduk malu

“Sebelum itu, ada yang sedang menunggu mu tuh di luar” ucap Ardo

“Menunggu ku ?” Speranza kebingungan

Setelah Speranza melangkah keluar terlihat Vuoto sedang memainkan pisau yang selalu ia bawa. Tidak. Pikir Speranza. Ia tidak pernah berharap untuk melihat orang itu lagi. Dia tidak ingin melihat seseorang yang telah merusak hari damainya. Dengan kata lain ia ingin cowok itu lenyap dan tak pernah kembali lagi. Sampai kapanpun.

“Apa yang kau lakukan di sini ?” Speranza merasa kesal

“Tentu saja menjemput Anda” jawab Vuoto cepat

“Aku tidak mau, lagi pula yang menentukan kehidupanku adalah aku sendiri !” bentak Speranza

“Sudah..Tak perlu meributkannya di pagi yang cerah ini. Bagaimana kalau kita sarapan terlebih dahulu” Ardo tiba – tiba muncul

Speranza hanya terdiam dan menuruti perkataan Ardo, di sisi lain Vuoto merasa kesal karena dirinya di atur oleh laki – laki yang sudah merebut Speranza darinya. Pisau pun di keluarkan dari saku Vuoto, Speranza pun mengetahui hal itu.

“A-apa yang kau lakukan ?!! Apa kau gila ?” Speranza membentak setengah berbisik ke arah Vuoto

“Saya tidak suka dengan lelaki itu” jawab Vuoto spontan

“Jika kau melakukan sesuatu padanya, maka aku akan membencimu sampai mati” ancam Speranza

Vuoto pun tercengang dan segera ia kembalikan pisau itu ke dalam saku. Speranza menatap nya tajam, karena Speranza telah di tolong oleh Ardo makanya ia tidak suka jika ada hal yang terjadi pada lelaki yang menyelamatkannya itu. Speranza sudah tidak perduli lagi dengan Vuoto. Dia menganggap Vuoto tidak ada, dan akan terus seperti itu sampai Vuoto pergi jauh – jauh dari kehidupannya. Hanya saja sayangnya hal tersebut tidak memungkinkan.

Mereka berdua masuk kedalam rumah Ardo, ia telah menyiapkan sarapan berupa sup krim dan juga buah – buahan. Speranza yang sejak tadi merasa lapar karena marah terus kepada Vuoto, bergegas menuju tempat duduk sambil menunggu yang lain ikut makan.

“Sup krim !!” senang Speranza

“Silahkan duduk, Vuoto” tawar Ardo

Dalam hati yang paling dalam Vuoto benar – benar membenci sekali pria ini. Ia terus menahan rasa itu karena ia berada di dekat gadis yang sangat ia sayangi. Wajah serius Vuoto pun memudar dan ia ikut duduk dan makan bersama. Lelaki ini hanya memikirkan gadis yang sedang makan di sampingnya. Wajah dengan ukiran senyum yang manis, Speranza. Vuoto merasa nyaman di dekat gadis itu. Ya, rasanya jauh lebih baik dari pada melakukan tindakan dosa yang ia perbuat dulu.

“Lezat sekali, kau memang pintar sekali memasak Ardo”

Baru saja Vuoto berpikir menyenangkan tentang Speranza, tetapi begitu ia mendengar sang gadis berkata seperti itu keningnya kembali mengerut merasa tidak adil. Ia merasa bahwa Vuoto dapat memasak jauh lebih baik dari pria itu.

“Haha, tidak tidak.. Itu tidak benar. Aku sudah biasa hidup sendiri semenjak ibuku meninggal” Ardo berbalas

Speranza menunduk merasa tidak enak terhadap Ardo.

“Kenapa kau murung begitu ? Manusia pun pasti akan meninggal suatu saat nanti, berlaku padaku juga” Ardo tersenyum samar

“A-…A !!” Speranza berteriak

“Ada apa ?” Vuoto khawatir

“A-ardo, bagaimana kalau kau mengajak ku jalan – jalan ? Bukankah kau bilang waktu itu kau bisa menemaniku melihat – lihat daerah sekitar sini ?” Speranza menjelaskan

“Yah, aku tidak keberatan” sambung Ardo

“Kh !!” Vuoto merasa kesal

Speranza merasa senang, tetapi di saat yang sama ia juga merasa sedih. Ia berpikir ternyata Ardo juga tinggal sendirian tanpa adanya orang tua yang menemani. Gadis ini berpikir bahwa mereka memiliki kemiripan, kemiripan yang menyedihkan dan menyakitkan sehingga membuat keduanya tinggal sendirian. Tapi, Speranza memiliki Vuoto di sisinya. Ah, tidak, gadis ini tidak berpikir bahwa Vuoto merupakan salah satu keluarganya melainkan orang asing.

Setelah mereka menyiapkan peralatan yang ingin di bawa, mereka pun langsung berjalan meninggalkan rumah Ardo yang sudah di kunci rapih. Dalam perjalanan sambil berjalan kaki lagi – lagi Speranza melihat Vuoto memainkan pisau nya. Langkah Speranza pun memelan dan tepat berada di samping Vuoto sekarang.

“Ada apa ?” Vuoto bertanya sambil tersenyum

“Jika kau berani melukainya… Kau tau kan apa akibatnya ?” Speranza menatap sinis

“Ya, tenang saja” Vuoto semakin tersenyum lebar

Speranza menghembuskan nafas kecil. Apapun yang terjadi jangan sampai Vuoto melakukan sesuatu pada Ardo, lelaki yang telah menyelamatkannya itu.

Tak lama suatu desa kecil terlihat, nama desa itu adalah Mese. Mungkin karena bisa melihat bulan dengan jelas jadinya tempat itu di namakan ‘Mese’. Mese merupakan desa yang kecil walaupun begitu halaman nya termasuk luas. Warga yang ada di dalamnya pun ramah atau mungkin tidak, karena Speranza hanya tau tempat itu sewaktu ia masih kecil, bersama dengan ayah yang ia sayangi, dulu.

“Whoaahh… Besarr !! Ramai !!” Speranza takjub

“Haha” Ardo tertawa

“Ardo ! Ardo !! Ayo kita ke sana !!!” Speranza mulai ke asikkan

“Baik.. baik..” Ardo mengikuti

Vuoto hanya memperhatikan mereka berdua dari kejauhan. Ia merasa sakit sekali melihat Speranza bersama dengan Ardo. Walaupun begitu sumpah yang pernah ia katakan kepada ayah Speranza agar tidak lepas dari gadis itu, tidak akan pernah pudar. Oleh karena itu Vuoto selalu dan selalu mengawasinya meskipun sang gadis tidak sadar sedikit pun.

Terlihat ada balon warna – warni banyak sekali, Speranza melihat ada warna balon berwarna hitam. Ia pun tertarik dan ingin membeli balon itu, tetapi

“Jangan !” mendadak Vuoto menarik tangan Speranza

“?! Apa yang kau lakukan ?” Speranza kesal

DUAKK

Balon tersebut pun pecah dan mereka berdua terkejut mendengar ledakan yang kecil itu. Karena mereka di sangka yang telah meledakannya maka mereka harus membayarnya. Untung ada Ardo, dia bersedia membayar balon hitam yang sudah pecah itu.

“Kau tidak apa – apa Speranza ?” Ardo bertanya

“Tidak apa…” raut wajah Speranza senang kembali

Entah apa yang membuat Vuoto lancang menarik tangan Speranza. Tetapi gadis ini tau bahwa balon tersebut ada kaitannya dengan apa yang terjadi sewaktu Speranza masih kecil. Kenangan bersama dengan ayahnya yang tiada. Itulah kenapa Vuoto lancang melakukannya.

“Aku mau ke sana !” Speranza menunjuk ke arah tempat yang banyak orang berjualan makanan

“Oke oke” Ardo pun mengikuti

Vuoto memperhatikan, ia erat memegang bajunya, dadanya sakit, berharap bahwa ini semua hanya mimpi. Sayangnya ini adalah dunia nyata dan juga bagi gadis yang ia sukai itu, Ardo merupakan lelaki pertama yang ia sukai, menurut pandangan Vuoto. Entah apa yang membuat Vuoto berpikiran seperti itu. Pokoknya Vuoto ingin sekali kembali ke masa – masa di mana ia hanya berdua saja dengan Speranza. Bersama.

Malangnya Vuoto, sejak 2 jam yang sudah ia lewatkan, ia sendirian, duduk, dan hanya memperhatikan. Speranza sedang tertawa bersama dengan Ardo. Vuoto hanya memperhatikan dan akhirnya sudah tidak sanggup, ia pun melangkah mendekati Speranza.

“Hey, bolehkah saya ikutan ?” Vuoto ragu mengatakannya

“Tentu saja” Ardo menjawab

Jujur saja, Vuoto merasa jengkel mendengar bahwa kalimat itu di ucapkan oleh orang yang ia benci, bukan gadis yang ia sukai. Di sisi lain Speranza malah merasa jengkel dengan Vuoto yang tiba – tiba datang dan ingin ikut bergabung.

“Ardo ! Aku…Aku…TERIMA KASIH BANYAK !” Speranza berucap sambil sedikit membungkukan kepala

“Untuk apa ?” Ardo terbingung

“Padahal kita baru beberapa hari bertemu.. Tetapi, kau sudah banyak sekali membantuku. Memberiku banyak sekali berbagai macam kesenangan.”

“Haha, tidak apa.. Hidup itu hanya sekali… Kau harus bisa merasakan berbagai macam kebahagiaan” Ardo mulai menutup kedua matanya seakan mengingat suatu kejadian

“Ardo, kau tak apa ?” Speranza terlihat khawatir

“Tenang saja… Aku tidak apa – apa” Ardo mulai membuka matanya dan melangkah pergi

Hari yang tadinya cerah telah di datangi oleh air yang turun dari langit, membuat mereka bertiga terjebak dalam tetesan air hujan yang semakin lama semakin deras. Speranza merasa gugup karena ia merasa ada kata – kata yang salah dalam berbicara kepada Ardo barusan. Vuoto melihat gerak – gerik Speranza, ia tau bahwa gadis ini merasa gelisah dan ia tau kalau gadis ini ingin meminta maaf jika ia telah melakukan hal kesalahan pada lelaki itu.

“Speranza…” suara Ardo tiba – tiba terdengar setelah senyap sesaat

“Y-ya ?”

“Maaf dan juga terima kasih, aku harus pergi” ucap Ardo

“Ah ! Ardo !!”

Ardo pun langsung berlari di hantam oleh derasnya hujan yang kian membesar. Speranza hanya bisa mengambangkan tangannya untuk meraih Ardo. Sayangnya tangan tersebut hanya menggapai udara dan tak bisa menyentuh orang yang di tuju. Akhirnya ia pun menggenggam tangannya dan menaruhnya tepat di dadanya. Semua akan baik – baik saja pikirnya. Speranza bersiap berlari mengejar Ardo, tetapi tubuhnya di tarik oleh Vuoto.

“Apa yang kau lakukan ?”

“Saya mohon, jangan mengikutinya”

“Kenapa ?? Ini tidak ada hubungannya dengan mu!”

“Saya tidak ingin anda menderita lagi…Saya tidak ingin anda mengetahui kebenarannya…” suara Vuoto kian berbisik

Speranza mendengar ucapan lelaki itu, tetapi ia tidak mengerti apa maksud di balik perkataannya. Seketika tubuh Vuoto mulai gemetar dan ia pun jatuh pingsan di tempat dan membuat Speranza berteriak memanggil namanya.

Tak lama Speranza berhasil membawa Vuoto ke dalam penginapan terdekat. Untung saja ada orang yang membantunya mengangkat tubuh Vuoto. Bagaimana pun juga Speranza adalah anak perempuan, wajar jika tubuhnya tidak bisa mengangkut Vuoto.

Speranza merasa khawatir terhadap Vuoto. Wajahnya kian memerah dan terus memerah Speranza berfikir bahwa Vuoto telah terkena demam tinggi. Bagaimana ini ? Speranza baru pertama kali melihat Vuoto sakit seperti ini, biasanya lelaki ini selalu kuat dan tangguh bahkan sangat jarang sekali mendapat penyakit, sangat jarang.

“Dasar… Vuoto bodoh…” gumam Speranza sambil mengelus pipi Vuoto yang merah

“….terima kasih atas pujian anda” suara kecil Vuoto terdengar

“Vuoto ! Kau sudah bangun ?”

“Ya… Maaf saya telah membuat anda khawatir” sesal Vuoto

“….kalau memang kau beranggapan seperti itu. Jangan sakit.” Kesal Speranza

“Ya, saya sungguh minta maaf”

“Tunggu sebentar, aku akan membuatkan bubur”

Speranza pun bersiap bangun dari tempatnya duduk tapi Vuoto menahannya dengan menarik tangan kanan nya. Vuoto memberikan Speranza sebuah senyuman petanda jangan tinggalkan Vuoto sendiri. Speranza tau akan hal itu, ia pun menghela nafas kecil dan kembali duduk. Tangan kanan nya masih di genggam oleh Vuoto. Speranza tidak berkutik karena kondisi Vuoto saat ini sangat lemah.

“Kau harus tidur” singkat Speranza

“Baik”

Vuoto menutup matanya kembali, lelaki ini benar – benar lemah sekali ketika sedang sakit. Tubuhnya sangat relaks sekali, mungkinkah itu karena Speranza berada di sisinya ? Atau karena Ardo tidak bersama dengan mereka ? Speranza mulai kelelahan dan akhirnya tertidur di pinggir tempat tidur Ardo.

***

Ke esokkan harinya Speranza terbangun oleh suara berisik seperti ada seseorang yang sedang memasak sesuatu. Wangi nya pun tercium sangat lezat tubuhnya otomatis mendekati asal suara dan wangi itu. Tak lama terlihat sosok tak asing, Vuoto sedang memasak sambil mengayunkan wajan nya ke atas dan ke bawah. Mata Speranza membulat bagaimana bisa lelaki ini sembuh total hanya dalam waktu 7 jam ?? Padahal semalam demamnya tinggi sekali.

“Apa yang kau lakukan ? Kau seharusnya beristirahat”

“Mm.. Selamat pagi, saya sedang menyiapkan sarapan”

“Tidak ! Tidak boleh ! Kau belum sembuh total”

“Tenang saja, saya sudah sembuh” Vuoto memamerkan senyum nya yang paling manis

Speranza terdiam dan berjalan duduk di kursi meja makan. Vuoto tetap tersenyum lalu melanjutkan memasak. Beberapa menit kemudian sarapan telah siap di hidangkan membuat Speranza berbinar karena semalam ia belum makan malam.

“Silahkan” Vuoto tersenyum lagi

“Kau juga ikut makan” Speranza menarik Vuoto sehingga ia duduk di kursi tepat di hadapan Speranza

“Tetapi saya-“ tiba – tiba mulut Vuoto ke masukan daging yang telah di potong Speranza tadi

“Enak bukan ? Aku.. tidak ingin sendirian lagi. Jadi kau temani aku makan” Speranza tersenyum tipis

“……baik”

Mereka berdua kembali makan bersama – sama. Setelah bertahun – tahun mengalami berbagai macam cobaan. Baru kali ini mereka berdua bisa makan bersama kembali. Masa – masa dulu dimana Speranza ingin meninggalkan dunia ini perlahan – lahan telah menghilang. Mungkin perempuan ini sudah bisa berpikir jernih ke depannya dan merasa yakin akan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.

“Kenapa kau bisa mudah sekali terserang penyakit ? Padahal hanya terkena air hujan” Speranza mulai berbicara

“Saya juga tidak tau, biasanya saya terbiasa dengan air hujan” Vuoto menjelaskan

“Aneh sekali”

Selesai sarapan pagi mereka berdua bersiap melanjutkan perjalanan. Bukan melanjutkan perjalanan sih, tepatnya mereka ingin mencari di mana keberadaan Ardo. Mengapa ia meninggalkan mereka berdua, Speranza ingin mengetahuinya. Vuoto sudah melarang Speranza untuk menemui Ardo lagi, tetapi Speranza tidak mau, pada saat Speranza menanyakan alasan mengapa ia tidak boleh bertemu dengan Ardo lagi, Vuoto hanya bisa terdiam saja. Vuoto akhirnya mengalah dan mengikuti Speranza.

Mereka berdua sampai tepat di depan rumah Ardo. Sayangnya rumahnya terkunci dengan rapat dan tidak ada tanda – tanda kehadiran seseorang di dalam rumah itu. Speranza tidak mau menyerah dan memutuskan untuk mendobrak pintu itu. Hebatnya pintu itu terbuka dengan lebar hanya dengan sekali dobrak. Padahal Vuoto belum membantu mendobrak pintu itu. Tetapi nampaknya Speranza seorang diri pun dapat membukanya.

Tak ada. Tak ada siapa pun. Tak ada seorang pun di dalam. Speranza melihat suatu benda yang tertutup kain, padahal waktu ia datang ke rumah ini benda itu tidak ada. Ketika Speranza membuka kain itu, terlihat sebuah lukisan seseorang yang sangat dekat dengannya.

“Ayah…” Speranza bergumam

Mata Vuoto terbelalak lalu membuang muka tanpa berkata apa – apa.

“Apa maksudnya ini ? Apakah… Ardo mengenal ayahku ?” Speranza terbingung

Vuoto mengepalkan kedua tangannya.

“Mungkinkah… Mungkinkah Ardo tau siapa pelaku yang telah membunuh ayah ? Kalau begitu aku harus menemukannya”

Speranza berlari meninggalkan rumah itu sebelum Vuoto sempat berkata apa – apa.

“…gawat…” gumam Vuoto dan berlari mengejar Speranza

Speranza berlari menuju tempat di mana ia bermain dengan Ardo dan Vuoto. Tempat itu ramai sekali bahkan untuk mencari seseorang pun mungkin tak dapat terlihat. Banyak sekali orang berjalan di sekitarnya. Tapi gadis ini tidak menyerah dan terus mencoba mencari orang yang ia tuju.

Di sisi lain Vuoto kebingungan mencari dimana kah Speranza berada. Padahal ia baru saja merasa bisa akrab kembali dengan perempuan kesayangannya itu. Kenapa selalu saja ada saat di mana ia merasa bahagia lalu hilang begitu saja.

“…Ardo !” sekejap mata Speranza menemukan orang yang ia cari

Sayangnya orang itu tidak mendengar teriakan Speranza dan terus berjalan menjauh.

“Tunggu..!...ugh.. Ardo !!” Speranza mulai terseret oleh ramainya tempat itu

Tak lama Speranza berhasil lolos dari keramaian, ia kembali mencari Ardo yang telah berjalan ke arah tepat di depan matanya. Terlihat sebuah laut yang sangat luas sekali. Sesaat Speranza terpukau oleh keindahan laut tersebut. Ia menggelengkan kepala dan kembali mencari Ardo secepat mungkin. Ia telah mencari di sekitar laut tersebut bahkan ia berani bertanya terhadap orang yang belum ia kenal sebelumnya. Sayang sekali tak ada seorang pun yang tau Ardo setelah Speranza menjelaskan secara rinci.

Saat Speranza mulai menyerah dan berjalan di pinggir pantai ia melihat jejak kaki seseorang. Setelah ia mendongak ke atas sosok Ardo pun terlihat.

“Ardo- !”

“Jangan mendekat” ucap Ardo sambil menodongkan sebuah pistol di hadapan Speranza

“Ada apa denganmu Ardo ? Kau jadi aneh seperti itu” Speranza kebingungan

Ardo hanya terdiam tetapi ia masih mengarahkan pistol itu kepada Speranza

“Ardo… Aku hanya ingin menanyakan sesuatu. Apakah kau mengenal ayahku Ardo ?” Speranza mulai gugup

“…..ya, aku mengenalnya” ucap dingin Ardo

“Jadi kau benar – benar mengetahuinya” Speranza terkejut “lalu… apakah kau tau siapa yang telah membunuh ayahku ? Ku dengar… Ayahku telah meminum racun sehingga ia tidak dapat di sembuhkan”

“….tu……..ku….”

“Huh ? Apa yang kau katakana Ardo ?”

“Itu aku” Ardo menegaskan

“Apa maksudmu ?”

“Akulah yang memberinya racun”

Suara angin terdengar begitu pula dengan ombak laut yang telah menghantam batu karang. Speranza masih tidak ingin percaya dengan apa yang ia dengar dan berharap bahwa ia salah dengar.

“Kau….. Bohong bukan ?” Speranza bergetar

“Beberapa tahun yang lalu. Kedua orang tuaku jatuh bangkrut atas usaha mereka. Padahal mereka tidak pernah salah perkiraan dalam bisnis. Tetapi, ayahmu… Ayahmu lah yang telah merusaknya. Ayahmu telah membuat kehidupan keluargaku putus. Ayahmu membuat usaha keluargaku bangkrut total. Ia telah merusaknya. Sehingga, mereka berdua memutuskan untuk bercerai. Aku memutuskan untuk bersama dengan ibuku, tapi tak lama ia meninggal karena kurang beristirahat dan selalu bekerja. Hanya karena keluargamu adalah anggota bangsawan kalian bisa berbuat seenaknya pada rakyat jelata. Menyedihkan sekali”

Ardo menarik pelatuk pistolnya dan siap menembak kapanpun.

“Aku…aku tidak tau sama sekali… Aku tidak tau hal seperti itu…Aku tidak tau….” Speranza ketakutan ia tidak menyangka ayahnya dapat berbuat seperti itu

“Di saat pertama kali kita bertemu aku tidak tau bahwa kau anak dari pria itu. Entah takdir atau nasib yang telah mempertemukan kita. Tak lama aku mengetahuinya, kau adalah anak dari pria itu. Padahal, aku jatuh cinta pada pandangan pertama kepada anak yang telah merusak hubungan keluargaku” jari telunjuk Ardo bersiap untuk menembak Speranza

“Tidak….aku…..aku tidak tau……” Speranza menangis

Tak lama suara tembakan terdengar Speranza pun menutup kedua matanya. Aneh. Rasanya tidak sakit, ia tidak merasakan apa – apa. Ia membuka kembali kedua matanya dan melihat Vuoto telah memeluknya. Tangan Vuoto berdarah hasil dari tembakan Ardo tadi.

“Vuoto !”

“Anda tidak apa – apa ?” Vuoto bertanya sambil menahan sakit

“Aku.. Tidak apa – apa. Tanganmu berdarah ! Kita harus cepat – cepat menutup lukanya”

“Aku tidak apa – apa… Yang lebih penting. Anda baik – baik saja”

“….Ada pengganggu rupanya” Ardo menarik pelatuknya lagi

“Hentikan !” Speranza melindungi Vuoto yang telah terluka

“Bahaya..! Anda tidak perlu melindu-“

“AKU TIDAK MAU !” Speranza berteriak kencang sekali

Air mata pun menetes dengan derasnya.

“Kenapa…Kenapa hidupku selalu seperti ini…” air mata terus terjatuh di pelupuk mata Speranza

“….Speranza” Vuoto menyebutkan namanya

“Aku hanya ingin hidup bahagia… Aku hanya ingin…aku…” tak bisa menahan lagi air mata terus keluar sehingga membuatnya sesak dan sulit mengeluarkan kata – kata

“……” Ardo hanya terdiam karena ia juga merasakan hal yang sama

Kenapa mereka berdua harus melewati kehidupan yang pahit. Kenapa mereka memiliki hubungan ‘masalah’ yang berkaitan akan keluarga mereka. Kenapa … mereka harus di pertemukan sehingga membuat keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama.

“….ini tidak adil” Ardo menjatuhkan pistol yang sedari ia sodorkan

“….hiks…hiks….” Speranza masih nangis dengan sesaknya

“…….aku tidak ingin bertemu denganmu lagi…” Ardo melangkah pergi “…..maaf…..”

Sosok Ardo pun menghilang dengan tenggelamnya matahari yang berwarna jingga buram. Vuoto berjalan mendekati Speranza dan memeluknya dengan lembut.

“Maaf karena saya tidak dapat mengatakannya.” Vuoto berucap

Speranza hanya bisa melanjutkan tangisnya yang pahit ini. Ia merasa suatu kebahagiaan yang ia cari ternyata sepahit ini. Vuoto menyanyikan lagu “Que Sera Sera”. Berharap kebahagiaan yang sesungguhnya akan segera datang.

***

Beberapa hari kemudian mereka tidak mendengar ataupun melihat sesosok seorang Ardo sama sekali. Sepertinya yang waktu itu benar – benar terakhir kalinya mereka bertemu. Speranza menjalani hari – harinya yang seperti biasa. Vuoto pun juga sama, ia selalu mengikuti kemana pun Speranza pergi.

“Saya akan membeli buah untuk anda” Vuoto berucap

Speranza menarik tangan kanan Vuoto sebelum ia benar – benar pergi.

“Ada apa ?” Vuoto bertanya

“Jangan pergi” Speranza memohon

“…baiklah” Vuoto kembali tersenyum

Vuoto duduk di samping Speranza.

“Terima kasih sudah bersama denganku selama bertahun – tahun. Padahal aku sudah tau kalau kau sangat setia padaku tetapi aku berpura – pura tidak tau” Speranza berekspresi menyesal

“Tenang saja, saya akan selalu berada di sisi anda”

Speranza tersenyum

“M-mengenai kertas itu… Aku akan mempertimbangkan nya mulai sekarang” ucap malu Speranza

“Benarkah ? Terima kasih banyak” Vuoto memeluk Speranza bahagia

Mungkin sedikit demi sedikit Speranza bisa melupakan kenangannya dulu. Dan juga sedikit demi sedikit bisa menerima keberadaan Vuoto disisinya. Lalu ia juga akan memikirkan kertas yang berisi kontrak pernikahan dengan Vuoto. Sampai jumpa, Ardo.

***


Author Note : Ja-jang~ Projek ini selesai juga~ Setelah sekian lama sibuk dengan sekolah bisa selesai juga story ini. Padahal kepikirannya ini bakal lama selesainya. Tapi entah kenapa ini terlalu short dan adegan “first sight love” nya berlalu dengan cepat. Pengennya bikin sadis bangeeett !! Tapi ada batasnya juga kalau ingin membuat cerita sadis (‘_’) Sedihnya~ Awal rencana sih pengen bikin si Vuoto ngebunuh si Ardo tapi gak jadi takut endingnya jadi dark gitu deh. Untunglah Vuoto masih punya hati lol. Pokoknya terima kasih bagi yang sudah mampir. Tunggu Next Project nya ya~~~ Jaa~~ (^w^)/